KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (
IHSG) melaju kencang pada perdagangan Kamis (23/11). Usai turun dalam dua hari beruntun, IHSG berbalik menguat 97,39 poin atau naik 1,41% menembus level 7.004,34. Performa meyakinan IHSG ini berbarengan dengan pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDB) Bank Indonesia (BI). Dalam RDG yang digelar 22 November - 23 November 2023, BI mempertahankan suku bunga acuan di level 6%. Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto mengungkapkan hasil RDG BI sesuai dengan ekspektasi pasar. Langkah BI mempertahankan suku bunga memberikan sinyal bahwa kondisi ekonomi masih aman dan inflasi terkendali, sehingga tidak memerlukan pengetatan.
Tapi, hasil RDG BI bukan satu-satunya katalis penting. Pandhu mengamati, lonjakan IHSG kuat didorong oleh sentimen eksternal. Terutama dari melandainya inflasi Amerika Serikat (AS), yang menerbitkan ekspektasi The Fed akan segera mengakhiri periode kenaikan suku bunga acuan.
Baca Juga: IHSG Hari Ini Diramal Konsolidasi, Simak Rekomendasi Saham untuk Jumat (24/11) "(Suku bunga BI bertahan di 6%) outlook-nya cenderung positif karena nilai tukar dan inflasi juga masih terkendali. (Lonjakan IHSG) katalis utamanya dari kondisi pasar global yang menguat," kata Pandhu kepada Kontan.co.id, Kamis (23/11). Certified Elliott Wave Analyst Master Kanaka Hita Solvera Daniel Agustinus menimpali, kenaikan signifikan IHSG tak lepas dari katalis global yang lebih kondusif. Melemahnya yield obligasi AS juga memberikan sentimen positif bahwa risiko global mulai mereda. "Ada potensi penurunan suku bunga dalam beberapa bulan ke depan," ujar Daniel. Head of Research NH Korindo Sekuritas Indonesia Liza Camelia Suryanata menambahkan, pelaku pasar sudah memperhitungkan peluang pemotongan suku bunga bisa terjadi pada Mei 2024. Meski begitu, para investor masih akan mencermati arah The Fed dalam FOMC Meeting di Desember 2023. Selain The Fed, Liza menekankan laju IHSG akan turut dipengaruhi oleh dinamika komoditas energi. Termasuk dari kelanjutan pemangkasan produksi minyak dalam OPEC+ Meeting akhir bulan ini. "Karakteristik market kita commodity-driven. Jadi kalau outlook energi lesu, maka berakibat muatan saham sektor mining & energi akan kehilangan katalis positif," kata Liza. Gerak pasar saat ini pun kembali menerbitkan harapan IHSG bisa menutup tahun 2023 di atas level 7.000. Liza memandang ada peluang IHSG mampu melaju ke level 7.130 - 7.150 sebagai target di akhir 2023.
Baca Juga: Cek Rekomendasi Teknikal Saham ELSA, SMGR dan AUTO untuk Jumat (24/11) Senada, Pengamat Pasar Modal & Founder WH-Project William Hartanto turut memandang secara teknikal lonjakan IHSG sudah sesuai ekspektasi. Dia melihat kenaikan signifikan IHSG lantaran saat ini penguatan saham-saham bigcaps sudah lebih merata. William memproyeksikan IHSG bisa bertahan di level 7.000 sampai tutup tahun 2023, dengan estimasi di area 7.077 - 7.120. Menurut William, situasi pasar saat ini juga memberikan sinyal bahwa window dressing siap menghampiri di penguhujung tahun ini. Hanya saja, William memberikan catatan ada gap di area 6.886 yang akan menjadi level support IHSG. "Market-nya sudah bagus. Koreksi sesekali pasti ada, hanya proyeksi saya koreksinya tidak membuat IHSG berbalik jadi downtrend," terang William. Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas sepakat, sinyal window dressing mulai terlihat. Namun, dia menilai potensi IHSG untuk lanjut menguat atau rawan koreksi masih 50:50. IHSG akan terlebih dulu menguji level 7.046. Jika gagal bertahan, maka IHSG berpeluang kembali koreksi. Dalam skenario optimistis, IHSG bisa melaju ke 7.100 - 7.150 di akhir tahun. Jika turun, bisa berbalik ke area 6.878 - 6.930. Sukarno menyodorkan saham di sektor keuangan sebagai pilihan investasi, terutama saham bluechip bank. Pandhu punya rekomendasi serupa, yang memprediksi saham big bank seperti PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (
BBRI), PT Bank Central Asia Tbk (
BBCA) dan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (
BMRI) akan menjadi incaran yang menarik. Apalagi ada potensi capital inflow di akhir tahun mengantisipasi terjadinya window dressing.
Menimbang arah kebijakan suku bunga acuan, Analis dan Branch Manager Jasa Utama Capital Sekuritas Bandung, Andyka Pradana melirik saham teknologi sebagai pilihan menarik. Rekomendasi berikutnya adalah saham komoditas terutama emas dan saham di sektor properti, Chartered Financial Analyst Head of Research & Fund Manager Syailendra Capital, Rizki Jauhari menyarankan untuk tetap mengantisipasi ketidakpastian eksternal. Dus, saham-saham yang lebih tahan banting seperti consumer staples, ritel segmen menengah-atas, transportasi dan operator telekomunikasi layak untuk koleksi. Sementara itu, William menyodorkan saham bigcaps seperti BMRI, BBRI, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (
BBNI), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (
TLKM), dan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (
GOTO).
Sedangkan Daniel mengamati PT Erajaya Swasembada Tbk (
ERAA), PT Astra International Tbk (
ASII), dan BBRI layak sebagai pilihan investasi. Target harga masing-masing ada di Rp 450, Rp 6.200 dan Rp 5.800. Sebagai pilihan trading, saham PT Barito Renewables Energy Tbk (
BREN), PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk (
CUAN) dan PT Ulima Nitra Tbk (
UNIQ).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari