KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jelang Pemilihan Umum (Pemilu) Presiden, umumnya Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpotensi menguat. Analis memperkirakan, hal tersebut berlanjut di 2023 ini. Secara historis, performa IHSG satu tahun sebelum diselenggarakan Pemilu Presiden dalam 3 periode terakhir sebagian besar ditutup menguat. Misalnya pada pemilu periode 2009, 2014 dan 2019 IHSG mengalami penguatan masing masing 13,2%, 10,9% dan 7,7%. Research Analyst Infovesta Kapital Advisori Arjun Ajwani memaparkan, untuk proyeksi moderat IHSG akan berada di kisaran 5,4%, sementara untuk proyeksi optimis justru -11,82%. Hanya saja, berdasarkan skenario makro ekonomi yang sedang dialami saat ini dan perkiraan kondisinya untuk tahun ini diperkirakan proyeksi moderat yang lebih berlaku.
Menurut Arjun, ada beberapa faktor tingkat
return tahun ini tidak sekuat tahun-tahun sebelumnya. Pertama, beberapa bank besar dunia memberikan proyeksi resesi global tahun ini akan semakin parah dari perkiraan sebelumnya.
Baca Juga: Hari Ini Melesat 1,66%, Simak Rekomendasi Saham Sektor Teknologi Sentimen tersebut membuat investor lebih memilih safe haven assets dibandingkan dengan aset yang lebih berisiko, seperti saham. Ditambah, sentimen dari the FED makin hawkish sehingga investor lebih memilih produk investasi yang dianggap lebih aman seperti obligasi dan emas. "Buktinya harga emas naik terus sejak awal tahun," terangnya. Kemudian, lonjakan kasus Covid di Cina dan hal tersebut dinilai mengakibatkan ketidakpastian permintaan energi dari importir energi terbesar yang ditranslasi ke penurunan harga komoditas energi seperti batu bara dan minyak. Hal itu juga memberi dampak terhadap kinerja saham emiten energi tahun ini yang mengalami penurunan harga. Menurut Arjun, jika situasi tersebut berlanjut akan memberi tekanan tambahan terhadap kinerja IHSG dan pasar saham global. "Jadi menurut saya ada banyak faktor maupun domestik seperti kenaikan suku bunga, inflasi dan depresiasi Rupiah dan faktor tersebut akan memberi tekanan sampai IHSG akan mengalami tingkat return yang rendah dibandingkan historical average returnnya," paparnya. Dengan berbagai sentimen tersebut, Arjun memproyeksikan sektor consumer akan menjadi primadona tahun ini. Konsumen primer secara umum sangat tangguh terhadap efek resesi global maupun lokal karena produknya merupakan kebutuhan sehari-hari masyarakat.
Baca Juga: Wall Street Melemah Meski Data Inflasi AS Sesuai Ekspektasi Kemudian, jelang tahun politik maka uang juga semakin banyak beredar sehingga mendorong daya beli masyarakat. Ia pun menyarankan saham-saham
ICBP,
INDF, dan
JPFA. Selain barang konsumsi, diperkirakan saham media juga bisa diperhatikan. Menurutnya, prospek emiten media seharusnya baik seiring peningkatan permintaan iklan. "Seharusnya emiten big caps mapan dalam sektor media dan hiburan bisa mencaplok kenaikan permintaan ini dan hal ini bisa translasi ke kenaikan kinerja keuangan emiten tersebut," jelasnya. Untuk sektor ini, Arjun merekomendasikan
SCMA dan
MNCN.
Baca Juga: IHSG Berpotensi Melanjutkan Penguatan pada Jumat (13/1) Di sisi lain, analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto menilai saham-saham perbankan justru yang menarik. Menurutnya, perbankan memiliki bekal kinerja yang kuat sepanjang tahun lalu dan sektor tersebut umumnya mengalami kenaikan jelang Pemilu. Sementara, untuk sektor konsumen justru dinilai kurang menarik. "Umumnya memang sektor konsumsi bagus, tetapi karena potensi kenaikannya cenderung terbatas terkait valuasi yang masih relatif tinggi, jadinya kurang menarik," kata dia. Pandhu pun merekomendasikan saham
BBRI,
BMRI, dan
BBNI. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati