KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan suku bunga acuan dari bank sentral Indonesia dan Amerika Serikat (AS) akan menjadi katalis penting bagi pergerakan pasar saham di pekan ini. Asal tahiu saja, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) digelar lebih dulu pada 24 - 25 Juli 2023, kemudian Federal Open Market Committee (FOMC) berlangsung 25 - 26 Juli 2023. Analis Saham Rakyat by Samuel Sekuritas, Billy Halomoan memperkirakan BI akan tetap menahan suku bunga acuan di level 5,75%. Pertimbangannya adalah data ekonomi Indonesia yang masih stabil. Pertumbuhan ekonomi masih di atas 5% dan diproyeksikan tetap on the track di area 4,5% - 5,3% hingga tutup tahun 2023.
Selan itu, inflasi Juni ada di level 3,52% dan diprediksi bisa mencapai 3% - 2% sampai akhir tahun 2023. "Neraca dagang surplus dan nilai tukar rupiah juga stabil, jadi sepertinya BI belum akan menaikkan suku bunga di tengah isu kenaikan suku bunga The Fed," kata Billy kepada Kontan.co.id, Minggu (23/7). Sedangkan FOMC The Fed diprediksi akan kembali menaikkan suku bunga sebesar 25 basis points (bps), sejalan dengan rencana menekan inflasi AS ke level 2%. "Namun kabar baiknya kenaikan suku bunga AS dipercaya menjadi yang terakhir pada tahun ini," imbuh Billy.
Baca Juga: IHSG Diprediksi Lanjut Menguat Pada Senin (24/7), Simak Rekomendasi Sahamnya Research & Consulting Manager Infovesta Utama Nicodimus Kristiantoro menambahkan, pasar terbilang sangat yakin The Fed akan menaikkan Federal Funds Rate (FFR). Prediksi ini berdasarkan data Fed Fund Futures yang memantau probabilitas kenaikan FFR sebesar 25 bps ke level 5,25% - 5,50% sudah mencapai 99,2%. Dari dalam negeri, Nico mengamati ekspektasi pasar terhadap RDG BI masih konsisten bertahan di level 5,75%. Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih turut memprediksi BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) masih akan berada di level 5,75%. Pertimbangan BI masih perlu menahan suku bunga adalah bank sentral beberapa negara, khususnya The Fed masih belum benar-benar memberikan sinyal
dovish. "Hal tersebut dilakukan BI salah satunya menjaga stabilitas nilai tukar rupiah dan iklim investasi aset keuangan domestik," sebut Ratih. Chartered Financial Analyst Head of Research & Fund Manager Syailendra Capital, Rizki Jauhari juga menilai dalam jangka pendek BI tidak memiliki tekanan untuk meningkatkan tingkat suku bunga. Sedangkan ekspektasi pasar untuk FOMC kali ini akan mengerek tingkat suku bunga ke level 5.25% - 5.50%. "Apabila Fed statement memberikan warna yang jelas bahwa ini FFR telah mencapai terminal rate, hal ini seharusnya memberikan sentimen bagi IHSG di mana equity market cenderung memiliki kinerja baik pasca policy rate mencapai puncak," sebut Rizki. Arah IHSG dan Rekomendasi Saham Indeks Harga Saham Gabungan (
IHSG) masih melaju di zona hijau pada awal semester II-2023 ini. Sepanjang pekan lalu IHSG mengakumulasi penguatan 0,16% ke level 6.880,80. Secara
year to date, IHSG tercatat positif 0,44%. Jika kebijakan suku bunga BI dan The Fed sesuai konsensus pasar, Nico memproyeksikan IHSG dapat melanjutkan penguatan dan semakin bertahap menuju ke level 7.000. "Walaupun nantinya FFR akan naik, pasar diproyeksi sudah priced in terhadap isu ini," ujar Nico.
Baca Juga: Ini Deretan Emiten yang Diramal Masuk dan Keluar Indeks LQ45, Ada BUMI Hingga GGRM Dalam skenario yang lain, IHSG berpotensi turun jika dalam FOMC bulan ini The Fed kembali mengeluarkan pernyataan bernada
hawkish bahwa akan ada ruang kenaikan suku bunga lanjutan pada pertemuan-pertemuan berikutnya. "Selain itu risiko data tenaga kerja yang kembali ketat juga bisa menjadi faktor negatif untuk market," imbuh Nico. Nico menaksir dalam sepekan ke depan IHSG akan bergerak pada support - resistance 6.835 - 6.940. Dalam jangka menengah, Billy memprediksi pasar akan merespons positif kenaikan suku bunga The Fed dan bertahannya suku bunga BI yang sesuai ekspektasi. Sekalipun terjadi penurunan IHSG, Billy menaksir itu hanya menjadi respons sesaat pasar. Investor cenderung melihat sudah ada angin segar terkait arah kebijakan ekonomi global, terlihat dengan berakhirnya serangkaian reli suku bunga The Fed sejak tahun lalu. "Kalau ini adalah fase akhir untuk menekan inflasi, berarti untuk ke depan suku bunga The Fed dan BI bisa saja diturunkan untuk mengakselerasi kinerja emiten dan mendorong daya beli masyarakat," terang Billy. Catatan Billy, pasar biasanya merespons lebih awal perubahan data ekonomi global dan dalam negeri. Billy memprediksi IHSG akan bergerak pada rentang support 6.825 dan resistance di 6.960 dalam sepekan ke depan. Arah suku bunga dari FOMC The Fed dan RDG BI diharapkan dapat mengeluarkan IHSG dari zona konsolidasi dan mencapai area 7.000. Ratih melihat potensi pasar akan
wait and see, sehingga IHSG diproyeksi bergerak
sideways dalam rentang 6.818 - 6.920. Selain suku bunga, katalis lain yang dapat memngaruhi pergerakan IHSG adalah rilis laporan keuangan emiten kuartal II-2023 dan
rebalancing indeks LQ45.
Ratih pun mengajukan trading plan untuk pekan depan, yakni dengan menyematkan rekomendasi beli pada saham PT Ace Hardware Indonesia Tbk (
ACES), PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (
INKP), dan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (
SMGR). Target harga masing-masing ada di Rp 760, Rp 9.300, dan Rp 7.200
Sementara itu, Rizki menjagokan saham-saham emiten yang memiliki eksposure domestik, tapi tidak terbatas pada emiten konsumen. "Kami melihat banyak sektor domestik yang masih dalam proses
recovery seperti transportasi, telekomunikasi, finansial bank maupun non-bank," sebut Rizki. Sedangkan bagi Billy, saham-saham yang menarik dikoleksi pada pekan depan adalah PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (
BBRI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (
BMRI), PT Bumi Serpong Damai Tbk (
BSDE), PT Alam Sutera Realty Tbk (
ASRI), dan PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama Tbk (
JKON). Nico menyematkan rekomendasi
buy saham BMRI, PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk (
AMRT), dan PT HM Sampoerna Tbk (
HMSP). Target harga masing-masing ada di Rp 5.700, Rp 2.980, dan 1.000 per lembar saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari