JAKARTA. Tahun ini PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (
SSMS) akan mengakuisisi dua perusahaan perkebunan, yakni PT Tanjung Sawit Abadi (TSA) dan PT Sawit Multi Utama (SMU) dari PT Citra Borneo Indah. Nilai akuisisi itu mencapai Rp 1,54 triliun atau setara dengan US$ 129,05 juta. Untuk pembiayaannya, sebanyak 50% atau sekitar Rp 770 miliar dari kas internal dan 50% sisanya berasal dari pinjaman bank. Perseroan juga memilih pinjaman dengan mata uang dollar Amerika Serikat. Hal itu dipilih lantaran, tingkat suku bunga yang dikenakan akan lebih rendah. Penjualan
SSMS yang menggunakan mata uang dollar AS juga dinilai menguntungkan jika perseroan mengajukan pinjaman dengan mata uang asing.
Direktur Keuangan
SSMS, Harry Nadir mengatakan, sejauh ini sudah ada tiga bank yang siap mengucurkan pinjaman. Ia juga mengaku, perusahaannya akan memilh tenor berkisar 3 hingga 5 tahun. Kepala Riset First Asia Capital David N Sutyanto mengatakan, aksi akuisisi ini akan berdampak baik bagi perseroan. Selain itu dengan akusisi lahan perkebunan juga dapat memberi peluang bagi perseroan untuk mengalami pertumbuhan pendapatan dan laba bersih kedepannya. Pasalnya, dengan mengakuisisi TSA dan SMU akan menambah areal tanam perseroan sebesar 75% menjadi 59.387 hekatare (ha) dari sebelumnya 34.064. Produksi CPO juga ikut bertambah dari 303.000 menjadi 410.000 ton per tahun. David bilang, dari sisi performa kedua perusahaan yang ingin diakuisi juga cukup baik, salah satunya dari aspek usia tanaman. Terhitung TSA dan SMU memiliki lahan yang masih terbilang muda yakni dengan usia 4-5 tahun. Dengan begitu, setelah dikuisisi rata-rata usia lahan
SSMS akan menjadi 6,5 tahun. Itu berarti kapasitas produksi kelapa sawit SSMS dalam beberapa tahun ke depan berpeluang untuk mengalami peningkatan. "Pasalnya, kalau memiliki lahan dengan usia tanaman yang tua dan sudah tak produktif maka akan butuh waktu yang lama untuk regenerasi," katanya. Kiswoyo Adi Joe, analis Investa Saran Mandiri juga menyambut positif akan hal itu. Pasalnya, dengan keadaan usia tanaman yang masih terbilang muda itu cukup bagus dalam jangka panjang. Tanaman masih memiliki peluang untuk berbuah dalam waktu yang cukup lama. Tapi ia memproyeksikan SSMS akan merasakan keuntungan yang tinggi setelah aksi akuisisi ini pada 3-5 tahun ke depan. Karena, Kiswoyo menilai, dalam jangka waktu tersebut tanaman yang dimiliki perseroan mulai berbuah secara maksimal. Sementara Andre Varian, Analis Ciptadana Securities melihat secara valuasi nantinya valuasi SSMS akan lebih atraktif. Pasalnya, ia melihat dari sisi enterprise value per ha (EV/ha) kebun yang akan diakuisi SSMS berada pada kisaran US$ 8.000 sedangkan valuasi EV/ha
SSMS saat ini lebih dari US$ 37.000. Andre juga menyoroti dari segi pendanaan. Ia melihat
SSMS termasuk perusahaan yang memiliki
net gearing yang masih tergolong rendah. "Sehingga untuk tambahan utang masih memungkinkan," ujarnya. Hal yang sama juga dilontarkan David. Ia mencatat kini
debt equity ratio (DER) perseroan masih terbilang kecil yakni 0,3 kali. Jadi masih ada ruang untuk pembiayaan. Namun ia menambahkan, adanya resiko rugi selisih kurs yang terjadi pada SSMS. Lantaran, meski melakukan penjualan dalam dollar AS tapi perseroan tetap melaporkan pembukuannya dalam rupiah. Dari sisi industri sendiri, David dan Andre merasa optimistis terhadap bisnis SSMS di tahun ini. David mengatakan,
SSMS memiliki fundamental yang baik. Terlihat dari arus yang kuat dan disertai dengan hutangnya yang masih kecil. Sementara Andre menilai, secara operasional
SSMS berpotensi untuk memiliki
yield tandan buah segar (BTS) per hektare tertinggi di tahun ini dibandingkan dengan emiten kelapa sawit yang lainnya. Namun secara valuasi ia melihat harga saham
SSMS terlalu mahal sehingga, rawan untuk terjadi koreksi. Perseroan sendiri mengakui fluktuasi harga
crude palm oil (CPO) global di tahun ini menjadi tantangan tersendiri. Mengenai harga CPO sendiri Andre memperkirakan hingga April 2015 harga CPO masih akan membaik di kisaran RM 2.400-RM2.450 per Metrik Ton (MT). Memang untuk di awal tahun sudah menjadi
seasonal jika harga CPO melonjak dikarenakan cuaca yang hujan membuat
supply bertambah. Nah, baru setelah itu akan cenderung turun dengan harga rata-rata di RM 2.300 per MT.
Dengan begitu David memperkirakan di tahun ini
SSMS bisa mengantongi pendapatan sekitar Rp 2,4 triliun naik dari targetnya di tahun lalu yang sebesar Rp 2,1 triliun. Begitu juga dengan laba bersih, ia memperkirakan tahun ini
SSMS bisa mendapatkan laba Rp 720 miliar naik dari target tahun lalu Rp 630 miliar. David dan Kiswoyo merekomendasikan beli dengan masing-masing menargetkan harga di Rp 2.000 dan Rp 1.850. Sedangkan Michael Greenall, Analis BNP Paribas Equity Research merekomendasikan
hold di harga Rp 1.767. Kamis (12/2) harga saham SSMS naik 0,29% ke level Rp 1.715 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Uji Agung Santosa