KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Surya Semesta Internusa Tbk (
SSIA) cetak kinerja kurang memuaskan hingga kuartal III-2023. Di mana, dalam sembilan bulan pertama 2023, SSIA malah menderita rugi bersih Rp 23,7 miliar. Padahal, di periode yang sama tahun 2022, SSIA masih mendapatkan laba bersih sebesar Rp 70,8 miliar. Walau menderita rugi bersih, sebenarnya pendapatan SSIA hingga bulan September 2023 naik 22,3% menjadi Rp 3,02 triliun.
Peningkatan disebabkan oleh pendapatan sektor perhotelan yang naik 76,7% ke Rp 289,4 miliar. Lalu, pendapatan dari segmen bisnis properti dan konstruksi SSIA masing-masing meningkat sekitar 13,0% ke Rp 47,6 miliar dan Rp 229,4 miliar. Untuk tahun 2024, SSIA menganggarkan belanja modal alias
capital expenditure (capex) Rp 1,3 triliun.
Baca Juga: SSIA Catakan Rugi hingga Kuartal III 2023, Simak Rekomendasi Sahamnya VP Head of Investor Relations SSIA Erlin Budiman mengatakan, anggaran capex itu akan digunakan untuk beberapa hal. Namun, mayoritas aan digunakan untuk pengembangan proyek Subang Smartpolitan. “Sebesar Rp 1 triliun untuk Subang
land development dan
acquisition. Untuk segmen
hospitality sekitar Rp 250 miliar, dan sisanya untuk Nusa Raya Cipta dan lainnya,” ujarnya dalam
public expose SSIA, Jumat (15/12). Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia Muhammad Nafan Aji Gusta mengatakan, kinerja SSIA secara kuartalan dan tahunan masih negatif. Secara tahunan, pendapatan memang meningkat karena ada peningkatan okupansi properti dan hotel. Namun,
operating expense cost of goods sold SSIA meningkat, sehingga terjadi
net loss. “Kondisi ini diproyeksikan masih akan terjadi hingga akhir tahun 2023, karena masih belum menunjukkan pemulihan yang progresif,” kata dia kepada Kontan, Jumat (15/12). Di tahun 2024, Nafan menyarankan, investor untuk terlebih dulu melihat kinerja SSIA di kuartal I-2024. Untuk penggerak kinerja SSIA, berasal dari topline yang sehubungan dengan tingkat okupansi. Lalu, dari sisi marketing sales pada kuartal III-2023 cukup baik karena ada perilisan portofolio baru.
Sedangkan untuk tahun 2024, jika ekonomi Indonesia stabil, juga akan terjadi peningkatan okupansi dari properti, sehingga akan berdampak positif terhadap kinerja SSIA. “Selama permintaan kredit masih bisa tumbuh
double digit secara makro karena ada potensi
soft landing policy dari The Fed, tentu bisa akan memberikan
benefit untuk SSIA dalam mengejar
marketing sales tahun depan,” paparnya. Nafan pun merekomendasikan
hold untuk SSIA dengan target harga Rp 404 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari