KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek reksadana pendapatan tetap masih akan cukup baik di sisa tahun ini dan tahun 2024. Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori Fajar Dwi Alfian mengatakan, sentimen positifnya berasal dari meredanya spekulasi mengenai kenaikan suku bunga The Fed di sisa tahun ini. Selain itu,
yield obligasi pemerintah Amerika Serikat (AS) tenor 10 tahun melandai ke level di bawah 4,5% dari level 5% di bulan lalu. Sementara untuk tahun depan, ada dua sentimen utama yang akan mendongkrak kinerja reksadana pendapatan tetap. Pertama, potensi pemangkasan suku bunga The Fed serta Bank Indonesia. Kedua, stabilnya nilai tukar rupiah karena melandainya indeks dolar AS akibat dari potensi resesi ekonomi AS.
Menurut Fajar, kemungkinan The Fed untuk menaikkan suku bunganya lagi tetap ada tapi sangat kecil. "Kenaikan suku bunga mungkin terjadi jika inflasi AS tiba-tiba melonjak lagi akibat kenaikan harga minyak misalnya," tutur Fajar saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (28/11).
Baca Juga: Ada Peluang Investasi di Obligasi Negara dan Korporasi, Begini Kata Analis Investment Specialist Sucorinvest Asset Management Felisya Wijaya menambahkan, reksadana pendapatan tetap yang memiliki aset dasar obligasi berpotensi bergerak
volatile pada sisa tahun ini. Apalagi, jika terdapat perubahan sikap The Fed sehingga memicu
outflow dari dalam negeri. Namun, Felisya melihat, prospek reksadana pendapatan tetap di tahun 2024 bakal lebih baik dibandingkan tahun ini. "Hal ini seiring dengan adanya pembalikan tren penurunan tingkat suku bunga acuan global dan dalam negeri yang mampu mendorong harga obligasi naik," ungkap Felisya. Menurutnya, reksadana pendapatan tetap yang menarik untuk dilirik adalah reksadana yang memiliki manajemen durasi yang baik. Selain itu, berdasarkan data per 31 Oktober 2023,
spread yield antara tenor pendek (contoh 3 tahun: 7,04%) tidak jauh dengan tenor panjang (contoh 10 tahun: 7,20%), yakni sebesar 16 bps. Dengan begitu, reksadana dengan aset dasar atau
underlying asset obligasi jangka pendek memiliki risiko penurunan yang cenderung terbatas. Selain itu, melihat potensi volatilitas di sisa tahun 2023, obligasi tenor pendek memiliki risiko terhadap fluktuasi harga
(duration/interest rate risk) yang lebih minim dibandingkan tenor panjang.
Baca Juga: Reksadana ETF Belum Terlalu Populer di Investor Ritel Dengan obligasi tenor pendek, investor dapat menjaga risiko penurunan harga obligasi. Volatilitas obligasi tenor pendek lebih minim dibandingkan tenor panjang ketika yield mengalami kenaikan. Sementara itu, untuk tahun 2024, Fajar lebih menyarankan investor untuk mengoleksi reksadana dengan aset dasar Surat Berharga Negara (SBN), terutama tenor menengah dan panjang. "Pasalnya, pergerakannya sensitif terhadap suku bunga acuan," ucap Fajar.
Saat ini merupakan waktu yang tepat untuk mengoleksi reksadana pendapatan tetap.
Yield yang ditawarkan sudah cukup menarik secara historis. Fajar mencatat, secara historis,
yield obligasi rata-rata berada di 6,4%. "Kalau di atas itu berarti menarik karena secara valuasi sudah murah," ucap Fajar. Saat ini,
yield obligasi pemerintah Indonesia tenor 10 tahun bergerak mendatar (flat) di rentang 6,7%-6,8%. Untuk tahun 2024, Fajar memperkirakan, yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun akan sampai 6,3% dalam skenario
base case dan 6% dalam skenario
bullish. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati