Simak Saran Analis dalam Menyusun Portofolio Investasi di Tahun Politik Berikut Ini



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah sentimen dinilai akan membayangi prospek pasar modal Indonesia sepanjang 2024, mulai dari pemilihan umum (pemilu) hingga kebijakan suku bunga bank sentral. Untuk itu, investor diimbau untuk jeli menyusun portofolio investasi guna menangkap peluang cuan di tahun politik.

Kepala Riset BCA Sekuritas Andre Benas menilai, investor bisa mempertimbangkan untuk memasukkan 50% portofolionya ke instrumen saham. Sebab, Andre melihat kondisi pasar yang cenderung pricing in terhadap kebijakan pemangkasan suku bunga acuan. 

Rate cut sangat baik untuk saham jadi semestinya porsi saham tetap equal, yakni 50%,” terang Andre kepada Kontan.co.id, Kamis (4/1).


Sisanya, bisa dimasukkan ke instrumen surat utang (bonds) sebesar 30%. Instrumen obligasi dinilai bisa berkinerja apik sejalan dengan pemangkasan suku bunga. Sisanya bisa ditujukan ke instrumen money market (pasar uang) sebesar 20%.

Baca Juga: Intip Strategi Mengatur Portofolio Investasi di Tahun Politik Berikut Ini

Menurut Senior Vice President, Head of Retail, Product Research & Distribution Division Henan Putihrai Asset Management Reza Fahmi Riawan, investor dengan profil risiko agresif bisa mengalokasikan 50% portofolio investasinya ke reksadana saham, 30% ke reksadana pendapatan tetap, dan 20% ke reksadana pasar uang.

Sedangkan investor dengan profil risiko moderat bisa mengalokasikan 30% portofolio ke reksadana saham, 40% ke reksadana pendapatan tetap, dan 30% ke reksadana pasar uang.

Reza  menilai pelonggaran kebijakan moneter bank sentral global dan harapan positif dari pemilu menjadi katalis utama penggerak indeks tahun ini. Selain itu, ada pula sentimen peningkatan belanja pemerintah, perlambatan laju inflasi, dan peningkatan kinerja korporasi. 

“Proyeksi IHSG tahun ini diproyeksikan akan menembus level 8.000 pada semester II-2024,” kata Reza.

Andre menilai, dampak pemilu kali ini tidak begitu signifikan terhadap emiten barang konsumsi. Sebab, daya beli masih lemah dan masyarakat melakukan peralihan konsumsi ke barang yang lebih murah (downtrading).

Baca Juga: Reksadana Pendapatan Tetap Jadi Jawara pada Tahun 2023, Ini Sentimennya

“Jadi saya rasa emiten consumer lebih diuntungkan dari penurunan bahan baku (raw material) dibanding daya beli,” sambung Andre.

Sementara emiten telekomunikasi lebih diuntungkan dari adanya potensi penurunan suku bunga dan statusnya sebagai big cap. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi