KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia memiliki setumpuk pekerjaan rumah, baik di sektor minyak dan gas (migas), mineral dan batubara (minerba), maupun di sektor energi baru dan terbarukan (EBT) dalam pemerintaan baru. Bahlil mengatakan, Kementerian ESDM diberikan tugas oleh Presiden Prabowo untuk mewujudkan kemandirian energi nasional. Untuk itu, Kementerian ESDM akan melakukan pembenahan terhadap regulassi yang selama tumpang tindih dan berpotensi menghambat kemandirian energi. "Bayangkan, kita mau eksplorasi saja, izinnya sekarang masih ada 100 lebih, 129 kalau tidak salah. Nah, ini kita akan melakukan perbaikan, supaya tidak menyandera pejabat, tapi juga tidak menyiksa atau menghambat pengusaha untuk melakukan percepatan," kata Bahlil di Kementerian ESDM, Senin (21/10).
Di sektor migas, produksi siap jual alias lifting minyak terus mengalami penurunan sejak 1997 dari produksi tembus 1,6 juta minyak barel per hari (bph) pada medio 1996-1997 hingga saat ini hanya mencapai sekitar 600 ribu bph, padahal konsumsi minyak dari tahun ke tahun semakin membengkak. Imbas konsumsi minyak yang mencapai 1,6 juta minyak barel per hari ini mengakibatkan dana sebesar Rp 450 triliun per tahun habis untuk mengimpor minyak ke Indonesia, terutama untuk kebutuhan liquefied petroleum gas (LPG). Selain lifting minyak dan impor migas, pekerjaan rumah di sektor migas lainnya adalah membenahi iklim investasi di sektor hulu migas yang cenderung minim dan kurang menarik bagi investor di hulu migas. Baca Juga:
Menjabat sebagai Menteri PKP, Ini Prioritas Pertama Maruarar Sirait Adapun, yang tidak kalah penting untuk diselesaikan lainnya di sektor hulu migas adalah pemerintahan baru harus merampungkan revisi undang-undang migas yang selama belasan tahun masih urung selesai. Penerbitan UU Migas yang baru juga merupakan salah satu strategi utama mengubah paradigma industri migas di tanah air ke depan. Tuntutan lingkungan keberlanjutan dan transisi energi dipastikan harus masuk dalam UU baru nanti. Memang, Bahlil mulai bergerak menyoroti permasalahan di sektor hulu migas di antaranya telah memangkas izin eksplorasi migas dari 320 menjadi hanya 140 izin untuk menarik lebih banyak investor dan mempercepat eksplorasi. Selain itu, Bahlil juga akan mengoptimalkan sumur-sumur minyak yang ada, termasuk 16.990 sumur idle, di mana sekitar 5.000 sumur dapat diaktifkan kembali untuk menambah produksi minyak. "Masalah ini harus diselesaikan, pertama dengan mengoptimalkan sumur-sumur yang ada maupun yang idle untuk bisa meningkatkan lifting karena jika tidak ada gerakan atau apa-apa, itu turun kita sekitar 7-15% per tahun," kata Bahlil. Total sumur migas saat ini ada sekitar 44.900 sumur. Sementara yang aktif hanya 16.990 sumur idle. Setelah di
breakdown lagi kurang lebih ada 5.000 yang dapat di-reaktivasi untuk mendorong penambahan produksi minyak Indonesia. Selain itu, teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR) juga akan digunakan oleh PT Pertamina dan Exxon Mobil Oil Cepu, produsen terbesar di Indonesia, untuk meningkatkan produksi. Terakhir, wilayah Indonesia Timur menjadi target pemerintah dalam menemukan menambah cadangan migas baru. Pemerintah harus melakukan eksplorasi khususnya di wilayah-wilayah Indonesia Timur. "Kita akan memangkas berbagai regulasi yang menghambat proses akselerasi daripada eksplorasi dari 320 izin sekarang tinggal 140 izin dan kita akan pangkas lagi kita perpendek dengan waktu yang tepat supaya investor bisa masuk," ujar Bahlil.
Baca Juga: Buntut Kasus Korupsi, Kementerian ESDM Memblokir 15 Izin Pertambangan Timah Mutakhir, Kementerian ESDM juga menerbitkan regulasi terbaru terkait kontrak bagi hasil migas untuk meningkatkan daya tarik investasi migas di Indonesia. Salah satu poin penting pada aturan ini adalah kepastian bagi hasil yang diterima kontraktor, dapat mencapai 75%-95%. Pada kontrak gross split lama, bagi hasil kontraktor sangat variatif, bisa sangat rendah, hingga nol persen pada kondisi tertentu. Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Elan Biantoro mengatakan, salah satu isu yang harus dikawal oleh Menteri ESDM era pemerintahan baru di sektor migas adalah merampungkan revisi UU Migas. Sebab, UU Migas menjadi suatu hal yang fundamental untuk memberikan kepercayaan bagi investor baik di dalam negeri maupun di dunia untuk berinvestasi. "Kalau UU-nya tidak lengkap, cacat hukum, tidak ada keamanan untuk investasi yang long tream 30 tahunan, tapi undang-undangnya belum diselesaikan," kata Elan saat ditemui di Jakarta, Rabu (16/10). Selain UU Migas, Menteri ESDM harus dijelaskan secara jelas dan baik mengenai Kontrak Bagi Hasil (Production Cost Sharing/PSC) gross split. Memang, saat ini sudah ada perbaikan skema gross split dari 29 item menjadi 5 item untuk memberikan keleluasaan kepada kontraktor dan tambahan bagi hasil untuk investor mencapai 95%. "Itu bagus, tapi belum tentu cukup menarik bagi investor karena buat satu negara
term dan
condition atau
fiscal policy-nya tidak bisa diambil dari negara lain. Tiap negara sumber daya alam punya karakteristik masing-masing. Kita perbaiki sistemnya agar lebih menarik bagi investor" ujar Elan. Menurut Elan, dulu investasi hulu migas cukup menarik saat ini justru kalah menarik dengan negara seperti Meksiko, Kolombia, Afrika, Vietnam, dan lain-lain. Untuk itu, Indonesia harus bisa menyesuaikan apa-apa saja yang membuat menarik bagi investor seperti di negara lain. "Makanya
benchmark kita itu harusnya luar negeri bukan dalam negeri," tutur Elan. Dari sektor minerba, Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) mengungkapkan sejumlah harapan kepada Menteri ESDM di era Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Plt Direktur Eksekutif APBI Gita Mahyarani mengatakan, salah satu yang penting soal adalah pemberantasan penambangan ilegal. Saat ini upaya sudah dilakukan, tapi tetap perlu juga Direktorat Penegakan Hukum.
Baca Juga: Muka Lama Hiasi Kabinet Merah-Putih, Apa Harapan Para Pelaku Industri Manufaktur? "Kenapa pemberantasan pertambangan tanpa izin (PETI) tidak bisa disepelekan karena efek domino PETI ini bisa merugikan lingkungan maupun negara," kata Gita kepada Kontan, Senin (21/10). Gita menuturkan selain pemberantasan tambang ilegal, Menteri ESDM perlu mencermati Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Sebab, kemarin Presiden Prabowo Subianto juga mengutarakan terkait dengan swasembada energi. "Agar nantinya selaras dengan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang terbaru. Termasuk pemanfaatan batubara yang cadangannya masih banyak. Tentunya juga tetap perlu menyesuaikan dengan upaya pencapaian NZE," tutur Gita. Selain kedua hal tersebut adalah adalah kejelasan Mitra Instansi Pengelola (MIP). Namun, bukan sekadar penerapan. Yang jadi concern APBI juga bagaimana simulasi dan visible atau tidaknya diterapkan ke berbagai IUP dengan skala produksi yang berbeda. Selain itu, tentunya penegakan terhadap prinsip tata kelola tambang yang baik juga semakin ditekankan kepada seluruh pemegang izin. Agar pertambangan batubara ke depan tidak saja menjadi penyumbang penerimaan negara namun bertanggung jawab dengan lingkungan. Dari sisi Energi Baru dan Terbarukan (EBT), Ketua Umum Asosiasi Energi Surya Indonesia (AESI) Mada Ayu Habsari mengungkapkan sejumlah harapan kepada Menteri ESDM. Mada menuturkan pekerjaan rumah yang harus diselesaikan khususnya adalah Revisi Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) dan peraturan tentang penguatan jaringan transmisi pada perusahaan utilitas agar dapat mendukung pemanfaatan fasilitas PLTS di Indonesia.
"Implementasi dari pengadaan PLTS di Indonesia karena dengan adanya
demand yang cukup, industri dalam negeri akan bergerak, kemudian dapat menciptakan peluang
greenjob yang besar. Jadi menciptakan efek domino yang besar," kata Mada kepada Kontan, Senin (21/10). Selain PLTS, Mada berharap agar ada penambahan instansi pengetesan SNI dan pembagian Green Atribute antara
developer dengan
project owner. Tonton: Bahlil Lahadalia Kembali Menjabat Menteri ESDM, Fokus pada Kedaulatan Energi Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari