Simak sejumlah penilaian MK dalam sengketa Pilpres



JAKARTA. Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) pada Kamis (21/8) ini membacakan hasil keputusan sidang Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pemilihan presiden (Pilpres). Keputusan MK mulai dibacakan oleh sembilan hakim MK pada pukul 14.30 WIB dan sempat di skors untuk melaksanakan salat Ashar. 

Dalam putusan setebal 4.392 halaman, yang dibacakan sekitar 300 halaman, sejumlah penilaian sudah dibacakan. Walau belum ada putusan final, namun sudah ada titik terang yang diputuskan MK dari sejumlah tuntutan yang dilayangkan oleh kubu pasangan Prabowo Subiyanto dan Hatta Rajasa. Beberapa penilaian tersebut antara lain :

1. MK menyatakan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden dan wakil presiden. Dalam pertimbangannya Mahkamah menilai pengunduran diri yang dinyatakan Prabowo-Hatta adalah dari rekapitulasi penghitungan perolehan suara tingkat nasional pada 22 Juli 2014.


2. Tidak adanya bukti bahwa daftar pemilih khusus, daftar pemilih tambahan (DPTb), dan daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb) disalahgunakan dalam pemilu presiden 9 Juli 2014, serta menguntungkan salah satu pasangan dan merugikan pasangan lain. Hakim MK juga menilai tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa ada mobilisasi pemilih yang masuk dalam DPK, DPTb, dan DPKTb untuk memilih salah satu pasangan sehingga merugikan pasangan lain.

Dalam penilaiannya, MK juga mengatakan berbagai cara yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk menyalurkan hak pilih warga seperti menggunakan daftar pemilih tambahan (DPTb), daftar pemilih khusus (DPK), dan daftar pemilih khusus tambahan (DPKTb) tidak melanggar hukum apa pun."Sesuai petimbangan di atas, DPTb, DPK, dan DPKTb sah menurut hukum dan tidak melanggar undang-undang apa pun," kata Hakim MK Ahmad Fadlil Sumadi.

3. Hakim MK menilai, tuduhan kubu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang mengklaim telah terjadi mobilisasi pemilih tidak dapat dibuktikan di persidangan. Selain tidak bisa menjelaskan secara rinci cara, waktu dan bagaimana mobilisasi dilakukan, saksi-saksi yang dihadirkan oleh pemohon juga dianggap tidak bisa memberikan data yang kuat.

4. MK menilai pembukaan kotak suara sebelum dikeluarkannya ketetapan MK yang dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Menurut MKm, pembukaan kotak suara yang dilakukan KPU sejalan dengan mekanisme yang ditetapkan MK dalam ketetapannya yang dikeluarkan pada 8 Agustus 2014. Walau tanpa ada perintah pengadilan, namun pembukaan kotak suara dilakukan untuk memperoleh bukti-bukti yang diperlukan KPU  untuk menanggapi permohonan pemohon. Apalagi pembukaan dilakukan melalui proses transparan dan akuntabel dengan mengundang saksi pasangan calon, pengawas pemilu dan kepolisian, dan membuat berita acara. 

Menurut Mahkamah, apabila pelanggaran kotak suara tersebut adalah dugaan pelanggaran etik maka yang berwenang memutuskannya adalah Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Apabila pembukaan kotak suara tersebut mengubah dokumen yang diambil, maka yang berwenang adalah kepolisian karena ranah pidana.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa