JAKARTA. PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) cukup berhasil melewati berbagai tekanan yang mendera sektor komoditas minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) sepanjang tahun lalu. Pada tahun 2014, emiten perkebunan milik Grup Salim ini berhasil mencatatkan kenaikan laba bersih hingga 60,75% menjadi Rp 842,28 miliar. Sementara penjualannya tumbuh 12,73% dari Rp 13,27 triliun di 2013 menjadi Rp 14,96 triliun. Andre Varian, Analis Ciptadana Securities mengatakan, pertumbuhan tinggi ini terdorong dari kinerja kuartal IV-2014. Pada periode itu, laba operasi SIMP melejit 104% dibandingkan kuartal sebelumnya menjadi Rp 830 miliar dari Rp 407 miliar. Hal ini mendorong laba bersih naik 377% quarter on quarter (qoq) menjadi Rp 285 miliar dari sebelumnya Rp 60 miliar. Andre bilang, pertumbuhan laba itu berhasil diraih karena ada kenaikan volume penjualan minyak nabati sebesar 5% (qoq) dari 171.000 ton menjadi 180.000 ton. Hal ini seiring dengan kenaikan volume penjualan CPO yang naik 17% (qoq) menjadi 288.000 ton di Kuartal IV-2014. Selain itu, SIMP berhasil melakukan efisiensi dengan baik menjelang tutup tahun lalu. "Perseroan mampu mengelola harga pokok penjualan (COGS) yang hanya naik 8% (qoq) ketika beban usanaya turun 40% qoq," ujar Andre dalam risetnya 2 Maret 2015. Singkatnya, secara keseluruhan, perolehan laba bersih SIMP sudah sesuai estimasi Ciptadana atau mencapai 106% dari target. Sementara laba kotornya mencapai 108% dari target. Priscilla Tjitra, Analis Credit Suisse dalam riset 2 Maret 2015 juga mengatakan, pertumbuhan laba bersih SIMP sudah sesuai dengan estimasi pasar. Priscilla memprediksi akan ada kenaikan sebesar 5% terhadap produksi CPO. Estimasi itu memang konservatif mengingat adanya cuaca kering sejak Kuartal IV-2014 lalu. Priscilla masih yakin, harga CPO mulai membaik di kuartal tahun ini, meski pasokan CPO agak lebih ketat sejak awal 2015 karena adanya banjir di Malaysia, dan kekeringan di Sumatera bagian Utara, termasuk Riau. Persediaan CPO di China, India, dan Malaysia terlihat lebih rendah. "Katalisnya akan ada di kuartal II ketika ada tambahan permintaan menjelang Ramadhan," ujarnya. Menurutnya, kuartal III mendatang akan menjadi puncak masa produksi sawit di seluruh Indonesia. Jika program biodesel pemerintah Indonesia berhasil dilakukan, hal ini bisa menyerap kelebihan persediaan dan bakal berdampak positif pada harga CPO. Andre mengatakan, SIMP tertolong dari adanya peningkatan operasional Tandan Buah Segar (TBS). Ekspansi SIMP dengan membangun pabrik baru untuk meningkatkan kapasitas TBS juga bakal berdampak positif. SIMP memang tengah membangun pabrik kelapa sawit baru di Sumatera Selatan dan tiga pabrik di Kalimantan, masing-masing dengan kapasitas 30-45 metrik ton per jam.Pabrik itu diharapkan bisa beroperasi pada tahun depan. Saat ini, SIMP sudah mengoperasikan 22 pabrik kelapa sawit di dua daerah tersebut dengan total kapasitas pengolahan tandan buah segar (TBS) sebesar 5,7 juta ton per tahun. Tahun ini, SIMP menargetkan penanaman baru kelapa sawit seluas 5.000 hingga 10.000 hektar (ha). Hal ini akan menambah luas lahan perkebunan tertanam kelapa sawit yang sudah mencapai 82% dari total 300.050 ha lahan per akhir 2014 lalu. Andre memprediksi, tahun ini, SIMP bisa mencetak pendapatan sebesar Rp 16,24 triliun dengan laba bersih sebesar Rp 791 miliar. Sementara Priscilla memperkirakan, pendapatan SIMP tahun ini bisa mencapai Rp 15,6 triliun dengan laba bersih yang lebih tinggi, yakni Rp 904 miliar. Menurut Andre, belanja modal SIMP tahun ini akan stagnan, di kisaran Rp 2,3 triliun, karena masih adanya potensi pelemahan harga CPO. Apalagi penanaman baru SIMP pada tahun 2014 juga relatif rendah. "Tahun ini, kami memperkirakan, penanaman baru masih akan lambat karena perusahaan tengah fokus pada pada peningkatan produktivitas di hilir," imbuhnya. Andre juga memprediksi, harga CPO tahun ini masih akan berkisar di level RM 2.350 hingga RM 2.400 per metrik ton. Andre masih merekomendasikan hold untuk saham SIMP dengan target harga Rp 775 per saham. Harga itu mencerminkan valuasi Price Earning Ratio (PER) tahun 2015 sebesar 15,5 kali. Sementara Priscilla juga merekomendasikan netral dengan target harga Rp 780 per saham. Namun, analis BNI Securities, Yasmin Soulisa merekomendasikan buy untuk saham SIMP dengan target harga Rp 800 per saham. Pada perdagangan Rabu (15/4), saham SIMP ditutup stagnan di level Rp 675 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Simak sejumlah rekomendasi saham SIMP
JAKARTA. PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) cukup berhasil melewati berbagai tekanan yang mendera sektor komoditas minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) sepanjang tahun lalu. Pada tahun 2014, emiten perkebunan milik Grup Salim ini berhasil mencatatkan kenaikan laba bersih hingga 60,75% menjadi Rp 842,28 miliar. Sementara penjualannya tumbuh 12,73% dari Rp 13,27 triliun di 2013 menjadi Rp 14,96 triliun. Andre Varian, Analis Ciptadana Securities mengatakan, pertumbuhan tinggi ini terdorong dari kinerja kuartal IV-2014. Pada periode itu, laba operasi SIMP melejit 104% dibandingkan kuartal sebelumnya menjadi Rp 830 miliar dari Rp 407 miliar. Hal ini mendorong laba bersih naik 377% quarter on quarter (qoq) menjadi Rp 285 miliar dari sebelumnya Rp 60 miliar. Andre bilang, pertumbuhan laba itu berhasil diraih karena ada kenaikan volume penjualan minyak nabati sebesar 5% (qoq) dari 171.000 ton menjadi 180.000 ton. Hal ini seiring dengan kenaikan volume penjualan CPO yang naik 17% (qoq) menjadi 288.000 ton di Kuartal IV-2014. Selain itu, SIMP berhasil melakukan efisiensi dengan baik menjelang tutup tahun lalu. "Perseroan mampu mengelola harga pokok penjualan (COGS) yang hanya naik 8% (qoq) ketika beban usanaya turun 40% qoq," ujar Andre dalam risetnya 2 Maret 2015. Singkatnya, secara keseluruhan, perolehan laba bersih SIMP sudah sesuai estimasi Ciptadana atau mencapai 106% dari target. Sementara laba kotornya mencapai 108% dari target. Priscilla Tjitra, Analis Credit Suisse dalam riset 2 Maret 2015 juga mengatakan, pertumbuhan laba bersih SIMP sudah sesuai dengan estimasi pasar. Priscilla memprediksi akan ada kenaikan sebesar 5% terhadap produksi CPO. Estimasi itu memang konservatif mengingat adanya cuaca kering sejak Kuartal IV-2014 lalu. Priscilla masih yakin, harga CPO mulai membaik di kuartal tahun ini, meski pasokan CPO agak lebih ketat sejak awal 2015 karena adanya banjir di Malaysia, dan kekeringan di Sumatera bagian Utara, termasuk Riau. Persediaan CPO di China, India, dan Malaysia terlihat lebih rendah. "Katalisnya akan ada di kuartal II ketika ada tambahan permintaan menjelang Ramadhan," ujarnya. Menurutnya, kuartal III mendatang akan menjadi puncak masa produksi sawit di seluruh Indonesia. Jika program biodesel pemerintah Indonesia berhasil dilakukan, hal ini bisa menyerap kelebihan persediaan dan bakal berdampak positif pada harga CPO. Andre mengatakan, SIMP tertolong dari adanya peningkatan operasional Tandan Buah Segar (TBS). Ekspansi SIMP dengan membangun pabrik baru untuk meningkatkan kapasitas TBS juga bakal berdampak positif. SIMP memang tengah membangun pabrik kelapa sawit baru di Sumatera Selatan dan tiga pabrik di Kalimantan, masing-masing dengan kapasitas 30-45 metrik ton per jam.Pabrik itu diharapkan bisa beroperasi pada tahun depan. Saat ini, SIMP sudah mengoperasikan 22 pabrik kelapa sawit di dua daerah tersebut dengan total kapasitas pengolahan tandan buah segar (TBS) sebesar 5,7 juta ton per tahun. Tahun ini, SIMP menargetkan penanaman baru kelapa sawit seluas 5.000 hingga 10.000 hektar (ha). Hal ini akan menambah luas lahan perkebunan tertanam kelapa sawit yang sudah mencapai 82% dari total 300.050 ha lahan per akhir 2014 lalu. Andre memprediksi, tahun ini, SIMP bisa mencetak pendapatan sebesar Rp 16,24 triliun dengan laba bersih sebesar Rp 791 miliar. Sementara Priscilla memperkirakan, pendapatan SIMP tahun ini bisa mencapai Rp 15,6 triliun dengan laba bersih yang lebih tinggi, yakni Rp 904 miliar. Menurut Andre, belanja modal SIMP tahun ini akan stagnan, di kisaran Rp 2,3 triliun, karena masih adanya potensi pelemahan harga CPO. Apalagi penanaman baru SIMP pada tahun 2014 juga relatif rendah. "Tahun ini, kami memperkirakan, penanaman baru masih akan lambat karena perusahaan tengah fokus pada pada peningkatan produktivitas di hilir," imbuhnya. Andre juga memprediksi, harga CPO tahun ini masih akan berkisar di level RM 2.350 hingga RM 2.400 per metrik ton. Andre masih merekomendasikan hold untuk saham SIMP dengan target harga Rp 775 per saham. Harga itu mencerminkan valuasi Price Earning Ratio (PER) tahun 2015 sebesar 15,5 kali. Sementara Priscilla juga merekomendasikan netral dengan target harga Rp 780 per saham. Namun, analis BNI Securities, Yasmin Soulisa merekomendasikan buy untuk saham SIMP dengan target harga Rp 800 per saham. Pada perdagangan Rabu (15/4), saham SIMP ditutup stagnan di level Rp 675 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News