KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Nilai tukar rupiah terus melemah di sepanjang pekan ini. Data inflasi Amerika Serikat (AS) dan inflasi domestik menjadi faktor yang memengaruhi posisi nilai tukar rupiah dalam sepekan terakhir. Jumat (1/3), rupiah di pasar spot ditutup pada posisi Rp 15.704 per dolar AS. Ini membuat rupiah ditutup melemah sekitar 0,10% secara harian dan koreksi 0,67% secara mingguan. Sementara, Rupiah Jisdor Bank Indonesia (BI) ditutup pada posisi Rp 15.696 per dolar AS pada Jumat (1/3). Meski Rupiah jisdor BI menguat sekitar 0,12% secara harian, rupiah jisdor BI terpantau melemah sekitar 0,68% secara mingguan.
Pengamat Mata Uang Lukman Leong melihat, rupiah sepekan ini tertekan oleh kekhawatiran akan harga beras yang tinggi berpotensi memicu peningkatan inflasi. Ketakutan tersebut mendominasi pasar dari awal pekan seiring rilis data inflasi Indonesia baru di akhir pekan, Jumat (1/3).
Baca Juga: Intip Rekomendasi Saham Unggulan dan Proyeksi IHSG di Bulan Maret 2024 Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan data inflasi Indonesia bulan Februari meningkat sebesar 0,37%
month to month (mtm). Sementara dibandingkan periode yang sama tahun lalu, inflasi Indonesia mencapai 2,75%
year on year (yoy). Di samping itu, Lukman menilai, dolar AS memang masih cukup kuat oleh antisipasi investor akan data Produk Domestik Bruto (PDB) dan inflasi Price Consumption Expenditure (PCE) Amerika. Dimana, data PDB AS baru dirilis pada Kamis (29/1), sedangkan inflasi PCE dirilis pada Jumat (1/3). Menurut Lukman, investor akan kembali menghadapi data ekonomi besar di pekan depan. Dengan begitu, rupiah kemungkinan masih sulit untuk bangkit menghadapi dolar AS. Amerika akan merilis data ketenagakerjaan yakni Non Farm Payroll (NFP) yang diproyeksi lebih kuat, sehingga ini akan memicu dolar melanjutkan penguatan. Dari dalam negeri, data cadangan devisa (cadev) Februari 2024 diperkirakan bakal kembali turun. “Rupiah berpotensi kembali tertekan di pekan depan,” ujar Lukman kepada Kontan.co.id, Jumat (1/3). Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures
Nanang Wahyudin mengamati, pelemahan rupiah tidak terlepas dari tangguhnya dolar AS. Kondisi di pasar Asia khususnya China juga kurang begitu baik, sehingga turut menjadi beban bagi pasar nilai tukar. Baca Juga: Tertekan Kekhawatiran Data Inflasi, Rupiah Melemah Sepanjang Pekan “Perfoma apik dolar AS karena pasar memang meyakini Fed belum dalam waktu dekat mengurangi suku bunga, sehingga ini menjadikan performa dolar cukup baik dan berdampak terhadap rupiah,” kata Nanang saat dihubungi kepada Kontan.co.id, Jumat (1/3). Nanang menyebutkan, pekan ini banyak analis memperkirakan Bank Sentral AS akan mempertahankan suku bunga tinggi hingga bulan Juni 2024. Bahkan, beberapa analis memprediksi pemangkasan suku bunga Fed baru terjadi di akhir tahun 2024. Oleh karena itu, Nanang mengajak untuk secara seksama memperhatikan berbagai data ekonomi AS di awal Maret. Data NFP Amerika di pekan depan ataupun indeks core PCE yang baru dilirs akan menjadi petunjuk dari arah bunga Fed selanjutnya. Kalau Nanang melihat kemungkinan pelemahan bagi dolar AS cukup terbuka. Hal itu karena adanya potensi data NFP Amerika dan Indeks PMI Manufaktur mengalami perlambatan yang dapat melemahkan dolar. “Sehingga ini tanda-tanda perlambatan yang memengaruhi performa dolar AS ke depan, jika mulai dekati pemangkasan bunga maka akan jadi beban untuk dolar,” imbuhnya. Nanang memperkirakan rupiah di pekan depan kemungkinan akan berada dalam kisaran support Rp15.620 dan resistance Rp15.780 per dolar AS. Sementara, Lukman memproyeksi rupiah akan bergerak dalam rentang Rp 15.600 – Rp 15.800 per dolar AS di pekan depan. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Anna Suci Perwitasari