Simak siasat Astra Agro Lestari (AALI) mengatasi anjloknya harga CPO



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO) terus melorot sejak awal pekan lalu. Diketahui harga CPO untuk kontrak Mei di Bursa Malaysia Derivative Exchange pada penutupan perdagangan Selasa (26/1) berada di level MYR 2.183 atau US$ 619,18 per ton atau turun 1,36%.

Dengan begitu, pekan ini harga CPO tercatat sudah turun 3,41%. Karena pada penutupan perdagangan Senin (25/1) harga CPO tercatat bertengger di level MYR 2.213 atau US$ 543,76 per ton, anjlok 1,95% dibandingkan dengan harga akhir pekan lalu yang ditutup di level MYR 2.257 atau US$ 554,57 per ton.

Biang kerok dari harga CPO yang terjun bebas pada pekan ini tak lain adalah produksi CPO Malaysia yang melampaui ekspektasi pasar alias overproduksi.  Produksi CPO Negeri Jiran pada Januari 2019 mencapai 3,6 juta ton atau naik 8,62% dibandingkan periode yang sama tahun lalu atau year on year (yoy).


Selain itu, Malaysian Palm Oil Association (MPOA) beberapa waktu lalu menyebut produksi CPO Malaysia pada periode 1 Februari-20 Februari 2019 mengalami peningkatan 3,5% dibandingkan periode yang sama pada Januari 2019. Peningkatan tersebut dinilai sebagai sebuah anomali lantaran produksi CPO pada umumnya mengalami penurunan pada periode Desember-Maret.

Harga CPO yang terjun bebas tentunya menjadi pukulan telak bagi emiten berbasis kelapa sawit di Tanah Air, tak terkecuali PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI). Emiten yang tergabung dalam Grup Astra ini mengaku tidak bisa berbuat banyak untuk menghadapi fluktuasi harga CPO di pasar. 

“Harga CPO ini sepenuhnya mekanisme pasar, kami tidak dalam posisi bisa mengendalikan harga dan harus siap dengan harga berapapun. Caranya kami harus mencapai produktivitas dan efisiensi biaya,” kata Vice President of Communication Astra Agro Lestari Tofan Mahdi kepada Kontan.co.id Rabu (27/2).

Saat ini, Astra Agro Lestari telah mengembangkan sistem teknologi informasi (TI) untuk mengefisienkan kinerja operasional perusahaan. Sistem TI tersebut terdiri tiga berbasis laman web maupun sistem operasi Android, yakni Mandor Astra Agro (AMANDA), Mill Excellent Indicator (MELLI), Daily Indicator of Astra Agro (DINDA).

AMANDA merupakan aplikasi yang digunakan untuk memastikan seluruh kegiatan operasional perusahaan berjalan sesuai dengan standard operating procedure (SOP). Kemudian MELLI adalah aplikasi yang dirancang khusus untuk mengakomodir kebutuhan manajemen perusahaan akan data yang cepat dan akurat dari pabrik kelapa sawit (PKS) untuk pengambilan keputusan yang tepat. Terakhir, DINDA adalah aplikasi yang berfokus pada pengembangan model sistem yang mendukung konsep Operational Excelent.

Pengembangan sistem TI berbasis aplikasi oleh Astra Agro Lestari diharapkan mampu menjadi solusi berbagai permasalahan yang ada di seluruh lini operasional. Termasuk diantaranya adalah antrian tandan buah segar (TBS) yang dari perkebunan sebelum nantinya diolah di PKS. 

Antrean TBS yang kerap kali terjadi berpotensi menurunkan kualitas yang nantinya akan berimbas pada harga jual di pasar.

Kemudian terkait dengan rencana pemberlakuan kembali tarif pungutan ekspor CPO, Tofan bilang bahwa pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada pemerintah. “Kami tidak dalam posisi bisa menanggapi hal tersebut. Kami mengikuti setiap kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah,” ujar dia.

Sebagai informasi, rencana pemberlakuan tarif pungutan ekspor CPO kembali mencuat lantaran harga CPO berangsur-angsur membaik setelah sempat anjlok pada akhir tahun lalu akibat rendahnya permintaan yang diiringi oleh melimpahnya stok.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 152/PMK.05/2018 yang berlaku mulai 4 Desember 2018, pemerintah menghapus seluruh tarif pungutan ekspor apabila harga CPO berada di bawah US$ 570 per ton atau sekitar MYR 2.319 per ton. Sementara itu, jika harga berada di kisaran US$ 570 - US$ 619 per ton atau MYR 2.319 per ton - MYR 2.519 per ton, maka pungutan ekspor CPO menjadi US$ 25 per ton. 

Bila harga CPO sudah kembali normal di atas US$ 619 per ton atau MYR 2.519 per ton, pungutan ekspor CPO kembali ditetapkan US$ 50 per ton.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi