KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah gencar melakukan pembangunan infrastruktur hijau, salah satunya untuk mencapai target Net Zero Emission (NZE) pada 2060 mendatang. Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi sebesar 31,9% pada tahun 2030 dengan kapasitas nasional dan sebesar 43,2% dengan dukungan internasional. Wakil Menteri Luar Negeri Pahala Nugraha Mansury mengungkapkan, untuk mendukung ambisi tersebut, Indonesia akan fokus pada lima inisiatif besar dalam membangun infrastruktur hijau.
Baca Juga: Indonesia Menawarkan 39 Proyek di ASEAN Indo-Pasific Forum (AIPF) Pertama, untuk meningkatkan kapasitas energi terbarukan Indonesia mempunyai potensi untuk membangun tenaga panas bumi sebesar 22 gigawatt, dari tenaga air sebesar 75 digawatt, tenaga surya dan biomassa sekitar 6,6 gigawatt, dan tenaga angin sekitar 60,6 gigawatt. “Rencana pengembangan ketenagalistrikan kami pada tahun 2022-2030 merupakan rencana pertama dengan komitmen untuk meningkatkan kapasitas listrik dari sumber daya terbarukan. Namun Indonesia memiliki lebih banyak potensi dalam pengembangan energi terbarukan dibandingkan hanya dalam bidang ketenagalistrikan,” tutur Pahala dalam agenda ASEAN Indo-Pacific Forum (AIPF), Rabu (6/9). Kedua, pengembangan biofuel, biomassa, dan molekul ramah lingkungan lainnya seperti hidrogen hijau. Pada tahun 2023 Indonesia telah mengembangkan B35, menggantikan sekitar 35% minyak diesel. “Baru-baru ini Pertamina juga meluncurkan pertamax ramah lingkungan. Menargetkan mampu mencapai E20 pada tahun 2030,” ungkapnya. Keempat, pemerintah juga meluncurkan ekosistem baterai kendaraan listrik (electric vehicle/EV). Selain itu, Indoensia juga mempunyai rencana ambisius untuk membuat baterai dengan kapasitas lebih dari 140 GWh pada tahun 2030. Akan tetapi, membangun kapasitas tidak hanya di bidang biofuel tetapi juga membangun kemampuan luar untuk dapat menghubungkan klaster industri hijau. Seperti yang sudah ketahui seluruh ASEAN memiliki ambisi untuk menjadi bagian dari rantai pasokan global ekosistem EV. Untuk dapat mengembangkan ekosistem kendaraan listrik yang lebih kohesif, harus menghubungkan klaster industri hijau dengan jaringan hijau ASEAN. Pahala menjelaskan, penguhubung klister industri hijau di ASEAN juga merupakan salah satu hasil penting dari KTT ASEAN hari ini, Rabu (6/9). “Yaitu bagaimana kita dapat menghubungkan negara-negara anggota ASEAN melalui apa yang kita sebut jaringan ASEAN. Dan menurut saya salah satu potensi utamanya adalah dengan menghubungkan semua negara anggota ASEAN melalui jaringan listrik ASEAN, kita akan mampu mengembangkan ekosistem yang lebih kohesif dalam membangun rantai pasokan masa depan bagi dunia termasuk dalam bidang baterai," jelasnya.
Baca Juga: Erick Thohir Optimistis AIPF Bisa Bangun Masa Depan ASEAN Lebih Sejahtera Kelima, pengembangan ekosistem dan kapasitas produksi tidak akan terwujud tanpa adanya konektivitas antar negara anggota ASEAN. Oleh karena itu, membangun pelabuhan ramah lingkungan dan penyimpanan molekul ramah lingkungan seperti hidrogen ramah lingkungan dan bahan bakar penerbangan berkelanjutan merupakan salah satu elemen kunci dalam mengembangkan ekosistem yang lebih kohesif dan regionalisasi rantai pasokan ekosistem kendaraan listrik. “Salah satu contohnya, terdapat pasar hidrogen yang sedang berkembang yang akan menciptakan sekitar US$ 1,4 triliun pasar pada tahun 2050 dan oleh karena itu Indonesia saat ini sedang mendorong inisiatif ini,” Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi