KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) dalam beberapa tahun terakhir tengah fokus melakukan transformasi bisnis. Berbagai upaya dilakukan oleh manajemen dengan tujuan mendongkrak kinerja keuangan yang selama ini masih cukup tertinggal dari bank pelat merah lainnya.
Hingga Oktober 2024, BNI mencatat pertumbuhan laba 4,28% secara tahunan (YoY) menjadi Rp 18,07 triliun per Oktober 2024. Pertumbuhan tersebut setidaknya lebih tinggi dibandingkan posisi September 2024 yang hanya mencatatkan laba tumbuh 3,52% YoY.
Namun, pertumbuhan tersebut masih di bawah dua bank BUMN lainnya yaitu PT Bank Mandiri Tbk dan PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI). Di periode yang sama, laba Bank Mandiri tumbuh 6,28% YoY sedangkan laba BRI tumbuh 5,31% YoY.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama BNI Royke Tumilaar tak ambil pusing. Ia menyadari bahwa saat ini kinerja mereka belum optimal dikarenakan proses transformasi sedang berlangsung. Dalam hal ini, ia mengungkapkan bahwa transformasi tak hanya berpusat di BNI saja melainkan juga anak-anak usaha yang mereka miliki.
“BNI ini kan dalam proses transformasi ya. Jadi belum semua
engine itu jalan
smooth. Jadi saya taruh targetnya cukup konservatif untuk tahun ini,” ujar Royke kepada KONTAN, belum lama ini.
Ia menjelaskan bahwa saat ini yang menjadi fokus adalah memperkuat posisi anak usaha yang dimiliki. Dalam hal ini, tak hanya upaya organik maupun ada peluang juga untuk melakukan aksi korporasi secara anorganik, melalui langkah akuisisi.
Baca Juga: BNI Catatkan Volume Transaksi Valas Naik 15% per Oktober 2024 Salah satu anak usaha yang ingin ditingkatkan Royke pada transformasi kali ini adalah BNI Asset Manajemen. Bukan tanpa alasan, BNI Asset Manajemen saat ini hanya memiliki
market share sekitar 5,1% terhadat total Asset Under Management (AUM) yang ada di industri, mengacu pada persentasi BNI per September 2024.
“Peluangnya kan ada ingin jadi besar, dan kami inginnya loncat dengan mengakuisisi salah satu perusahaan manajemen aset,” ujar Royke.
Ia bilang saat ini sudah ada beberapa calon perusahaan yang memang tengah diibidik dan sedang dalam komunikasi. Namun, Royke masih merahasiakan perusahaan mana yang tengah dibidik tersebut.
Menariknya, ia mengisyaratkan bahwa sejatinya proses
due diligence juga sudah dilakukan. Untuk menyegarkan ingatan, pada periode semester I/2024, BNI sempat melakukan
limited review untuk kinerja keuangan mereka. Seperti diketahui,
limited review biasanya dilakukan ketika perusahaan akan melakukan aksi korporasi.
Sementara itu, Royke juga menjelaskan bahwa melancarkan aksi korporasi tersebut, pihaknya berencana tidak akan meminta modal dari pemerintah. Melainkan, aksi korporasi tersebut diharapkan bisa dilakukan dengan dana yang berasal dari BNI sendiri.
Baca Juga: BNI Catat Kenaikan Simpanan Nasabah Kaya 12% Sampai Oktober 2024 Ia memberikan satu contoh yaitu bisa menggunakan dana dari hasil divestasi saham yang mereka miliki di PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI). Memang, skema ini juga sudah sempat diungkapkan Royke kala peluncuran aplikasi Wondr pada pertengahan tahun lalu.
Adapun, langkah divestasi saham milik BNI di BSI memang sudah beberapa kali digulirkan. Namun, hingga saat ini, aksi tersebut juga berum terealisasi.
“Divestasi itu akan nunggu momen ketika memang kita siap untuk melakukan aksi korporasi tersebut,” ujar Royke.
Selain BNI Asset Manajemen, Royke juga mengungkapkan bahwa pihaknya akan fokus pula pada peningkatan bisnis bank digital miliknya yaitu PT Bank Hibank Indonesia. Di mana, saat ini bank yang dulunya milik Grup Mayora belum banyak terdengar.
Meskipun, secara kinerja, Hibank memang telah mencatatkan kinerja positif. Per September 2024, Hibank mencatat kredit 78% YoY menjadi Rp 9,7 triliun dan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh sekitar 31% YoY menjadi Rp 12,3 triliun.
“Hibank ini kita
digital lendingnya masih proses tapi kalau untuk simpanannya sudah mulai,” tambahnya.
Baca Juga: BNI Pacu Implementasi ESG Lewat Program di Bidang Kesehatan Royke menjelaskan salah satu upaya yang akan dilakukan oleh BNI terhadap Hibank ini adalah mengajak beberapa perusahaan untuk bergabung dengan bank digital ini. Harapannya, itu akan membentuk sebuah ekosistem baru.
Menurutnya, ekosistem sangat diperlukan bagi bank digital saat ini. Dengan ekosistem yang besar, Royke berharap Hibank mampu menyalurkan kredit lebih luas lagi dengan karakteristik bank digital yang nilainya kecil-kecil.
“Ini kan sebenernya salah satu cara untuk melawan pinjol-pinjol (ilegal) yang saat ini marak itu,” tegasnya.
Tak hanya berbicara terkait aksi korporasi saja, terhadap anak usaha, Royke bercerita bahwa tengah melakukan transformasi dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM) untuk menjalankan bisnis anak usaha. Dalam hal ini, ia bilang posisi Direktur Utama di anak-anak usaha sebisa mungkin bukan orang dari BNI.
Memang, ia menyadari itu ada sedikit pertentangan ketika tidak menempatkan orang BNI di posisi Direktur Utama. Namun, ia hanya ingin memiliki pemikiran dan inovasi baru dari eksternal BNI untuk menjalankan bisnis anak usaha.
“Biar kalau komisaris sama Direktur Keuangan ya dari orang BNI, tapi kalau pimpinannya biar dari orang luar biar tidak menjadi BNI baru,” tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Putri Werdiningsih