Simak tips berinvestasi di peer to peer lending



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan peer-to-peer (P2P) lending yang merupakan produk inovasi dari financial technology kian berkembang di Indonesia. Singkatnya, perusahaan ini mempertemukan peminjam dengan pemberi pinjaman secara online. Biasanya investasi ini tidak ada jaminan, tetapi ada pula yang menggunakan jaminan dari si peminjam.

Beberapa perusahaan P2P lending di Indonesia yang sudah beroperasi seperti Koinworks, Investree, Amartha, Kredina, Artawana, Danamas dan masih ada sejumlah perusahaan lagi. Perusahaan-perusahaan ini biasanya membantu mencarikan pinjaman untuk modal usaha.

Nah, sebelum Anda sebagai pemilik modal yang ingin berinvestasi pada perusahaan seperti ini, ada baiknya mencermati risikonya sebelum memutuskan menggelontorkan dana.


Melvin Mumpuni, perencana keuangan Finansialku.com mengatakan, yang paling wajib diperhatikan apakah perusahaan itu terdaftar secara hukum atau belum. "Kalau saya pribadi, saya investasi pada P2P yang sudah terdaftar di OJK. Lebih aman," ungkap Melvin. Kedua, investor harus juga melakukan pengecekan apakah ada proteksi dana pada sistem P2P tersebut. Pasalnya, investasi pada perusahaan ini berisiko besar jika gagal bayar. Walaupun, sejauh ini Melvin mengaku belum menemui kejadian gagal bayar dari P2P.

Ketiga, sesuaikan dengan tujuan keuangan pribadi. "Biasanya investasi ini waktunya 6 bulan, 12 bulan hingga dua tahun. Keempat, sebelum berinvestasi di situ, perhatikan secara seksama rangkuman informasi dari si peminjam uang kita. 

"Kalau untuk bisnis yang baru-baru dirintis, risikonya tinggi. Baiknya, cek website si peminjam kalau ada. Disesuaikan dengan trennya juga," ungkap Melvin.

Jadi misalnya, sekarang ini tren digital dan gadget begitu laku di pasaran. Jika si peminjam sudah berbisnis di gadget toko online atau toko fisik misalnya Tokopedia dan Glodok, itu layak dipertimbangkan.

Ada pula financial technology (fintech) yang mendanai orang-orang yang kekurangan modal tetapi sebenarnya permintaan barang itu besar. Nah, Melvin bilang bisnis seperti ini layak untuk diberi pinjaman. Kelima, Melvin mengatakan, jika ada agunan itu lebih aman. Namun, perlu diperhatikan prosesnya akan seperti apa jika nantinya agunan disita. Misalnya saja dengan jaminan apartemen senilai Rp 170 juta, ketika gagal bayar bagaimana apartemen itu. menjadi hak milik siapa itu yang patut dipertanyakan.

Namun, ada pula P2P yang jaminannya berupa barang. Misalnya pedagang laptop lewat online shop, jika gagal bayar invetaris dari barang yang dijual tersebut yang menjadi jaminan.

Keenam, hal yang harus diperhatikan menurut Melvin adalah soal bunganya. Biasanya di P2P ada halaman untuk peminjam dan yang dipinjamkan. Misalnya, di halaman peminjam bunganya 0%-1% per bulan, maka dalam setahun sebesar 12%. Maka, dicari bunga yang masuk akal di antara angka tersebut.

"Kalau menurut saya yang efektif di kisaran 18% hingga 20% per tahun. Kalau di atas 24% itu terlalu bear dan risikonya besar juga," imbuh Melvin. Ketujuh, cek biaya administrasinya. Melvin bilang biasanya ada biaya investasi 0% hingga 1%. Dan biasanya investasi P2P tidak masuk dalam perpajakan final. Sehingga ketika ada pengisian pajak, investasi ini masuk dalam penghasilan lain-lain yang terkena pajak progresif. Kedelapan, jika masih belajar dalam berinvestasi P2P sebaiknya jangan menaruh dana dalam jumlah besar. Pesan Melvin coba dengan nilai yang paling minimum saja. Kecuali yang dilengkapi dana proteksi, dananya bisa disesuaikan dengan kemampuan. Kesembilan, jangan jadikan investasi P2P sebagai capital gain tetapi lebih kepada cash flow. Melvin mencontohkan beberapa P2P bayarnya tiap bulan. Katakanlah investasi Rp 1 juta, sebulan mungkin hanya terima Rp 100 ribu. Meski tidak besar ini bisa tambahan misalnya untuk uang sekolah anak.

Perusahaan peer-to-peer (P2P) lending menjadi financial technology yang berkembang di Indonesia. Singkatnya, perusahaan ini mempertemukan peminjam dengan pemberi pinjaman secara online. Biasanya investasi ini tidak ada jaminan, tetapi ada pula yang menggunakan jaminan dari si peminjam. Beberapa perusahaan P2P lending di Indonesia ada koinworks, investree, amartha, kredina, artawana, dan masih banyak lagi. Perusahaan ini biasanya membantu mencarikan pinjaman untuk modal usaha. Nah, sebelum berinvestasi pada perusahaan seperti ini ada baiknya mencermati apa baik buruknya. Melvin Mumpuni, perencana keuangan finansialku.com juga sedang belajar berinvestasi di beberapa perusahaan P2P. Menurutnya, yang paling wajib diperhatikan apakah perusahaan itu terdaftar secara hukum atau belum. "Kalau saya pribadi, saya investasi pada P2P yang sudah terdaftar di OJK. Lebih aman," ungkap Melvin. Kedua, investor harus juga melakukan pengecekan apakah ada proteksi dana pada P2P tersebut. Pasalnya, investasi pada perusahaan ini berisiko besar jika gagal bayar. Walaupun, sejauh ini Melvin mengaku belum menemui kejadian gagal bayar dari P2P. Ketiga, sesuaikan dengan tujuan keuangan pribadi. "biasanya investasi ini waktunya 6 bulan, 12 bulan hingga dua tahun. Kalau untuk dana tiga bulan ke depan ya jangan investasi di sini," ujar Melvin. Keempat, sebelum berinvestasi perhatikan secara seksama rangkuman dari si peminjam. Biasanya kalau kita diberi beberapa informasi mengenai si peminjam. Mulai dari siapa namanya, pekerjaanya apa, akan digunakan untuk apa, keuntungan usaha seperti apa. "Kalau untuk bisnis yang baru-baru dirintis, risikonya tinggi. Baiknya, cek website si peminjam kalau ada. Disesuaikan dengan trennya juga," ungkap Melvin. Jadi misalnya, sekarang ini tren digital dan gadget begitu laku di pasaran. Jika si peminjam sudah berbisnis di gadget toko online atau toko fisik misalnya Tokopedia dan Glodok, itu layak dipertimbangkan. Ada pula financial technology yang mendanai orang-orang yang kekurangan modal tetapi sebenarnya permintaan barang itu besar. Nah, Melvin bilang bisnis seperti ini layak untuk diberi pinajam. Kelima, Melvin mengatakan jika ada agunan itu lebih aman. Namun, perlu diperhatikan prosesnya akan seperti apa jika nantinya agunan disita. Misalnya saja dengan jaminan apartemen senilai Rp 170 juta, ketika gagal bayar bagaimana apartemen itu. menjadi hak milik siapa itu yang patut dipertanyakan. Namun, ada pula P2P yang jaminannya berupa barang. Misalnya pedagang laptop lewat online shop, jika gagal bayar invetaris dari barang yang dijual tersebut yang menjadi jaminan. "Tapi yang terpenting memang yang diawasai dan dibawahi OJK. Karena baisanya harus bikin report sehingga kita tahu bagaimana NPL dari P2P itu," pesan Melvin. Keenam, hal yang harus diperhatikan menurut Melvin adalah soal bunganya. Biasanya di P2P ada halaman untuk peminjam dan yang dipinjamkan. Misalnya, di halaman peminjam bunganya 0-1% per bulan maka setahun 12%. Maka, dicari bunga yang masuk akal diantara angkat tersebut. "Kalau menurut saya yang efektif di kisaran 18% hingga 20% per tahun. Kalau di atas 24% itu terlalu bear dan riiskonya besar juga," imbuh Melvin. Ketujuh, cek biaya administrasinya. Melvin bilang biasanya ada biaya investasi 0% hingga 1%. Dan biasanya investasi P2P tidak masuk dalam perpajakan final. Sehingga ketika ada pengisian pajak, investasi ini masuk dalam penghasilan lain-lain yang terkena pajak progresif. Kedelapan, jika masih belajar dalam berinvestasi P2P sebaiknya jangan menaruh dana dalam jumlah besar. Pesan Melvin coba dengan nilai yang paling minimum saja. Kecuali yang dilengkapi dana proteksi, dananya bisa disesuaikan dengan kemampuan. Kesembilan, jangan jadikan investasi P2P sebagai capital gain tetapi lebih kepada cash flow. Melvin mencontohkan beberapa P2P bayarnya tiap bulan. Katakanlah investasi Rp 1 juta, sebulan mungkin hanya terima Rp 100 ribu. Meski tidak besar ini bisa tambahan misalnya untuk uang sekolah anak.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini