KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Aset kripto dan emas mencatatkan kinerja tertinggi sepanjang Mei 2024. Harga Bitcoin (BTC) naik sebesar 5,78,% secara bulanan atawa
Month of Month (MoM) dan Ethereum (ETH) menguat 17,98% MoM. Sedangkan harga emas spot naik 0,63% MoM dan menguat 13,47% secara
year to date (YTD) alias sejak awal tahun. Kendati begitu, aset kripto saat ini berisiko tinggi karena kondisi sedang tidak pasti. Selain itu, emas juga kinerjanya tercatat tidak begitu tinggi secara MoM. Ditambah, ekspektasi suku bunga tinggi bertahan lama atau
higher for longer kembali membayangi pasar keuangan global. Dalam kondisi kebijakan moneter ketat, investor perlu kembali menata portofolio investasi.
Seperti diketahui, data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang kuat mengurangi kemungkinan penurunan suku bunga dalam waktu dekat. Risalah rapat The Fed terbaru juga menunjukkan beberapa pejabat bersedia memperketat kebijakan lebih lanjut jika inflasi kembali melonjak. Kemudian, perang masih terus berlangsung di Timur Tengah dan konflik dapat sewaktu-waktu terjadi lebih meletup lagi.
Baca Juga: IHSG Menguat 0,94% Senin (3/6), Begini Proyeksi Esok Hari Menanggapi hal ini, Head of Investment Research Moduit Manuel Adhy Purwanto menuturkan bahwa perhatian dari konflik geopolitik di Timur Tengah adalah dampak ke distribusi dan produksi minyak dunia karena berada di jalur utama perdagangan dunia. Ketidakpastian ini tetap perlu diwaspadai karena akan berdampak ke tingkat inflasi. Di sisi lain, ekspektasi The Fed mulai menurunkan suku bunga pun terus mundur dari perkiraan awal di bulan Maret 2024 hingga saat ini di November 2024. Hal tersebut karena sejak awal tahun, inflasi konsumen (CPI) Amerika Serikat bergerak fluktuatif di sekitar 3,1%-3,5% secara tahunan, belum mendekati level target The Fed di level 2%. Manuel melihat bahwa akan ada pelonggaran kebijakan moneter di akhir tahun 2024 ini. Pemangkasan suku bunga 1 sampai 2 kali tahun ini masih berpotensi terjadi seiring pelaksanaan pemilu AS bulan November mendatang.
Baca Juga: IHSG Naik ke 7.036 Senin (3/6), BBRI, BRPT, TOWR Paling Banyak Net Sell Asing Dengan begitu, pasar akan berfokus pada Amerika Serikat yang akan menyelenggarakan pemilihan presiden di bulan November 2024. Presiden AS Joe Biden sebagai petahana tentunya akan berupaya untuk menurunkan inflasi untuk meningkatkan elektabilitasnya. "Untuk itu, saat ini saya lihat ada peluang yang menarik di saham domestik terutama setelah penurunan yang terjadi dalam dua bulan belakangan ini, membuat valuasi saham-saham berfundamental baik kembali menarik," kata Manul, kepada Kontan.co.id, Senin (3/6). Sedangkan untuk obligasi, Manuel bilang, suku bunga yang masih tinggi hingga akhir tahun akan membuat kenaikan harga obligasi lebih terbatas. Namun investor dapat mengunci
yield di kisaran 6,5%-7% per tahun. Kemudian, untuk emas, dia mengatakan bahwa harganya saat ini sudah berada di level yang cukup tinggi. Harga emas berpotensi terkoreksi jika ekspektasi penurunan inflasi atau suku bunga semakin kuat.
Baca Juga: Imbal Hasil SBR013 Akan Bersaing Dengan Bunga Deposito Premium Manuel mengatakan, dengan melihat kondisi pasar, investor dapat mempertimbangkan alokasi aset berikut. Investor konservatif:
- 30% reksadana pasar uang,
- 40% obligasi atau reksadana pendapatan tetap
- 20% emas
- 10% saham atau reksadana saham
Investor moderat:
- 20% reksadana pasar uang
- 40% obligasi atau reksadana pendapatan tetap
- 10% emas
- 30% saham atau reksadana saham
Investor agresif:
- 10% reksadana pasar uang
- 30% obligasi atau reksadana pendapatan tetap
- 10% emas
- 50% saham atau reksadana saham
Baca Juga: SBN Jadi Pilihan Utama Investasi Sejumlah Perusahaan Dapen Per April 2024 Selaras dengan hal ini,
Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management (HPAM) Reza Fahmi mengatakan bahwa dalam kondisi pasar yang tidak pasti, diversifikasi portofolio menjadi kunci untuk mengurangi risiko dan memaksimalkan potensi keuntungan. Reza menilai, untuk instrumen menarik yang bisa dikoleksi investor dengan kondisi saat ini yaitu reksadana pendapatan tetap dan saham karena ada probabilitas besar The Fed akan menurunkan suku bunga acuan, yang kemungkinan akan diikuti oleh Bank Indonesia (BI). "Namun terkait apakah lebih baik pegang tunai atau tidak, ini tergantung pada tujuan investasi dan toleransi risiko masing-masing," kata Reza kepada Kontan.co.id, Senin (3/6). Dia menyebut, jika Anda mencari keamanan dan likuiditas, maka memegang sebagian portofolio dalam bentuk tunai atau setara tunai mungkin bijaksana. Terutama jika Anda memerlukan dana dalam waktu dekat atau ingin memiliki dana cadangan untuk memanfaatkan peluang investasi yang muncul tiba-tiba.
Baca Juga: Penempatan Investasi Asuransi Jiwa di Reksadana Anjlok 24,5%, Ini Penyebabnya Namun, Reza bilang, jika investor memiliki horizon investasi jangka panjang dan dapat menoleransi volatilitas pasar, maka mengalokasikan dana ke instrumen investasi dengan potensi pertumbuhan berpotensi lebih menguntungkan. Di sisi lain, dia menilai bahwa portofolio yang bisa dilirik atau dicermati oleh investor di tengah suku bunga tinggi seperti saat ini, antara lain obligasi korporasi di pasar primer atau saat penawaran, reksadana pasar uang, dan pendapatan tetap karena akan memberikan
yield atau imbal hasil yang cukup tinggi. "Intinya saat ini adalah tetap melakukan diversifikasi ke beberapa produk
safe haven sampai kondisi stabil tentunya dengan melihat kurs dolar AS dan kebijakan The Fed terlebih dahulu," kata Reza. Reza merekomendasikan alokasi portofolio investasi berdasarkan tipe investor.
Investor dengan profil risiko konservatif
- Obligasi 40%
- Reksadana pasar uang 45%
- Saham 5%.
Investor dengan profil risiko moderat
- Obligasi 50%
- Reksadana pasar uang 30%
- Saham 20%
Investor dengan profil risiko agresif
- Obligasi 20%
- Reksadana pasar uang 10%
- Saham 70%
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati