SIMP segera melunasi utang US$ 200 juta



JAKARTA. Setelah sukses menggelar initial public offering (IPO), Kamis (9/6), PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) memutuskan melunasi utang senilai US$ 200 juta di bulan ini. "Dananya menggunakan 51% hasil IPO," kata Paulus Moleonoto, Wakil Direktur Utama SIMP, Kamis (9/6).

Dari penawaran saham perdananya, SIMP menjala dana segar senilai Rp 3,48 triliun. Jadi, hasil IPO yang digunakan SIMP untuk melunasi utang sebesar Rp 1,77 triliun.

Paulus menjelaskan, utang ke bank lokal dan asing itu digunakan SIMP untuk mengakuisisi PT London Sumatra PP Tbk (LSIP) pada 2007 lalu. Porsi kepemilikan SIMP di LSIP mencapai 59,48%.


Berdasarkan laporan keuangan 31 Desember 2010, anak usaha IndoAgri Resources Ltd ini memiliki utang total Rp 8,78 triliun. Nilai utang perbankan mencapai Rp 1,8 triliun.

Utang jangka panjang yang akan jatuh tempo dalam waktu satu tahun sebesar Rp 940,39 miliar. "Kalau utang jatuh tempo di tahun ini bisa dilunasi, kami bisa mencari pinjaman untuk working capital," ujar dia.

Perusahaan yang memproduksi minyak goreng dengan merek dagang Bimoli itu, menganggarkan belanja modal di 2011 senilai Rp 2,2 triliun. Sebagian besar anggaran capital expenditure (capex) akan dipenuhi oleh dana hasil IPO.

Hulu sampai hilir

Perusahaan sudah memiliki berbagai agenda dengan capex tersebut. Sebesar Rp 150 miliar akan digunakan untuk membeli empat kapal tongkang pengangkut minyak sawit mentah. Saat ini, SIMP baru mempunyai tiga kapal.

Dalam dua tahun ke depan, emiten itu berniat memperluas lahan tanam tebu menjadi 18.000 hektare (ha). Saat ini, lahan tertanam tebu milik SIMP baru 11.000 ha.

Paulus menuturkan, dalam lima tahun perusahaan akan memperluas lahan perkebunan sawit menjadi 280.000 ha dari saat ini 204.000 ha. Target produksi juga akan ditingkatkan menjadi 75.000 ton.

Perusahaan setidaknya membutuhkan US$ 7.000 per ha untuk mengembangkan lahan sawit, membangun fasilitas dan pengolahannya.

SIMP tengah menyelesaikan pembangunan fasilitas pengolahan crude palm oil (CPO) di Kalimantan Barat dan Sumatra Selatan. Masing-masing fasilitas pengolahan CPO itu ditargetkan selesai dibangun di tahun 2011 dan 2012.

Tiap pabrik dirancang memiliki kapasitas mengolah 40 ton tandan buah segar (TBS) per jam. Dana yang dibutuhkan untuk kedua pabrik CPO itu Rp 250 miliar.

SIMP masih membutuhkan dana sekitar Rp 150 miliar untuk menambah sarana transportasi guna mengangkut CPO ke fasilitas penyulingan. SIMP juga tengah menyelesaikan pembangunan pabrik gula berkapasitas 8.000 ton tebu per hari (TCD). Rencananya, pembangunan akan selesai tahun ini.

Nico Omer Jonckheere, Vice President Valbury Asia Future, menilai wajar penggunaan hasil IPO SIMP. "Wajar jika melakukan IPO untuk membayar utang. Tujuannya, memperbaiki posisi keuangan," kata dia.

Meskipun pertumbuhan yang direncanakan tidak terlalu luar biasa, terutama di tengah harga CPO yang masih cenderung turun, Nico menilai prospek bisnis SIMP yang terintegrasi dari hulu ke hilir cukup baik.

Nico menargetkan, harga saham induk usaha LSIP ini Rp 1.500 per saham di akhir tahun 2011. Namun Nico mengingatkan investor berhati-hati karena situasi yang terjadi di pasar saat ini membuka peluang profit taking. Apalagi di hari perdagangan pertamanya, harga SIMP sudah meloncat 13,64% menjadi Rp 1.250.

Sekadar informasi, tahun ini, SIMP telah menyelesaikan pembangunan fasilitas produksi margarin, pengemasan minyak goreng, pergudangan serta riset dan pengembangannya di Tanjung Priok dengan nilai investasi Rp 165 miliar.

Sepanjang kuartal I-2011, perusahaan mencatat penjualan bersih Rp 2,9 triliun, sedangkan laba bersih Rp 527 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie