Simplifikasi struktur cukai tembakau dinilai mengancam eksistensi kretek, kenapa?



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) menilai penyederhanaan atau simplifikasi struktur tarif cukai produk hasil tembakau dapat mengancam eksistensi kretek sebagai produk khas hasil tembakau Tanah Air. 

Ketua Komite Nasional Pelestarian Kretek (KNPK) Azami Mohammad  memaparkan simplifikasi tarif cukai akan memberikan setidaknya tiga dampak bagi industri hasil tembakau. 

Baca Juga: Simplifikasi struktur tarif cukai bisa mengurangi penyerapan tembakau hingga 30%


"Pertama, membentuk pasar oligopolistik. Maksudnya, pabrikan kecil tidak sanggup bertahan karena head to head langsung dengan pabrikan besar yang secara modal dan sumber daya lebih diuntungkan," jelasnya kepada Kontan.co.id, Jumat (10/7). 

Azami mengungkapkan selama ini pemerintah tidak terbuka soal layer mana yang akan dipangkas maupun digabung. Tapi secara logika, lanjut Azami, jikalau layer disederhanakan menjadi 3-5 layer pasti akan ada pengurangan golongan. Dampaknya, layer menengah-kecil terpaksa masuk ke layer golongan yang ada. 

"Ketika mereka masuk maka langsung ketemu sama yang besar," kata Azami. 

Dampak kedua, menurut Azami, simplifikasi akan mengancam eksistensi kretek sebagai produk khas hasil tembakau Indonesia. Hal ini  mempertimbangkan tarif cukai kretek dan putihan akan digabung.

Azami memberikan dua prediksi skema penggabungannya. Pertama, bisa jadi Sigaret Putih Mesin (SPM) diturunkan levelnya disesuaikan dengan Sigaret Kretek Mesin (SKM). Kedua, SKM dinaikkan levelnya sesuai SPM. Kedua skema ini dinilai Azami sangat merugikan industri kretek karena tidak ada penahan (barier) untuk bersaing langsung dengan produsen putihan yang didominasi oleh perusahaan rokok multinasional.

Dampak ketiga yakni mengancam ketenagakerjaan. Azami memaparkan pabrikan kecil akan tumbang karena tidak sanggup bertahan. Sementara pabrikan kecil ini merupakan industri padat karya karena rata-rata memproduksi Sigaret Kretek Tangan (SKT) yang menyerap banyak tenaga kerja.

Azami bilang ada proyeksi penurunan produksi SKT karena pabrik kecil tidak mampu bertahan. 

Baca Juga: Simplifikasi cukai rokok dijalankan mengacu pada RPJMN 2020-2024

"Saat ini tren produksi dan konsumsi SKT sedang mengalami penurunan. Produksi SKT sendiri sejak periode 2011 sampai 2017 terus menurun sebesar 5,5% per tahun," papar Azami. 

Adapun jumlah pabrikan sekarang tinggal 487 yang didominasi 98% pabrikan menengah-kecil. Azami menegaskan jika simplifikasi diterapkan, setiap tahunnya akan terjadi pengurangan 25%-30% jumlah pabrikan menengah-kecil di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi