KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Pansus RUU Pertembakauan, Firman Soebagyo meminta pemerintah mempertimbangkan kembali rencana penyederhanaan
(simplifikasi) tarif cukai tembakau. Pasalnya, simplifikasi tarif cukai mengakhawatirkan para pelaku industri rokok skala menengah dan kecil. "Jika itu diterapkan, maka akan mematikan industri pertembakauan yang sudah lama berdiri atau yang masuk pada golongan III," kata Firman dalam siaran persnya, Selasa (30/7). Rencana Pemerintah adalah tahapan penggabungan kuota produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM), kemudian setelah itu dilakukan penggabungan jenis rokok SKM dan SPM.
"Rencana ini tidak boleh terburu-buru dilakukan, rokok kretek dan rokok putih itu berbeda sekali. Rencana ini harus diperhitungkan dengan baik dan didiskusikan dengan semua
stakeholders serta memperhatikan pelbagai kajian akademis," katanya. Rencana penggabungan SKM golongan IIA dan IIB tentu berimplikasi langsung bagi golongan IIB. Merujuk data resmi, tahun 2016 terdapat 148 pabrik golongan IIB sedangkan golongan IIA hanya 84 pabrik. Dia khawatir dampak penggabungan struktur tarif SKM golongan IIA dan golongan IIB, akan terjadi akuisisi oleh pelaku usaha di golongan IIA terhadap perusahaan golongan IIB yang produksinya sangat kecil, namun industri ini semakin terancam dengan keberadaan asing mengingat modal mereka yang kuat. "Dampak negatif yang paling tidak diharapkan adalah para pelaku usaha di golongan IIB beralih ke produksi rokok ilegal yang tentu semakin merugikan pemerintah," ujarnya. Menurut Firman, beberapa pertimbangan yang harus menjadi perhatian pemerintah dalam melakukan simplifikasi cukai, bahwa IHT di Indonesia sangat beragam dari aspek modal, jenis, hingga cakupan pasar. "Lakukan perlindungan terhadap industri hasil tembakau skala kecil dan menengah. Jangan sampai menciptakan persaingan usaha yang tidak sehat melalui praktek oligopoli bahkan monopoli," tegasnya. Pemerintah juga mesti memperhatikan keberlangsungan lapangan pekerjaan bagi para tenaga kerja dan pelaku yang terlibat langsung maupun tidak langsung terhadap IHT. "Pemerintah harus ada itikad baik
(good will) melestarikan ciri khas hasil tembakau Indonesia yakni kretek," katanya.
Sementara, Ketua Gabungan Pengusaha Rokok (Gapero) Surabaya, Sulami Bahar mengingatkan pemerintah
istiqomah menghilangkan simplifikasi cukai hasil tembakau yang tertuang dalam PMK 156 Tahun 2018. Menurutnya, penghapusan kebijakan simplifikasi cukai hasil tembakau berdampak positif bagi IHT, karena penghapusan kebijakan ini membuat persaingan antar IHT tetap sehat. “Simplifikasi kalau dijalankan akan menguntungkan pihak tertentu dan merugikan banyak pihak. Ini berarti golongan IHT kecil menengah paling terkena dampaknya, karena harga rokok golongan kecil menengah akan head to head dengan rokok industri besar,” tukasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .