JAKARTA. PT Sinar Mas rupanya benar-benar gerah dengan tudingan Greenpeace terkait tudingan merusak lahan gambut di Sumatera. "Seolah-olah kalau ada kerusakan hutan ditujukannya ke Sinar Mas. Itu tidak fair. Padahal kita hanya sebagian saja dari itu," tegas G Sulistiyanto Managing Director PT Sinar Mas, Selasa (26/5). Ia meminta semua pihak tak asal tuding saja. Sebelumnya, organisasi lingkungan internasional Greenpeace melaporkan, Sinar Mas Grup disinyalir melakukan kegiatan perusakan lahan gambut di Sumatera. Perusakan yang meliputi penebangan dan pembakaran hutan yang menyebabkan lepasnya 113 juta ton karbondioksida. Greenpeace menjelaskan, Sinar Mas Grup berutang 3,4 miliar euro atau Rp 48,5 triliun. Hal ini mengacu pada harga rata-rata karbon sebesar 30 euro per ton. Berdasarkan perhitungan Greenpeace, konsesi minyak kelapa sawit dan kertas Sinar Mas Grup melepas emisi karbondioksida hingga 2,26 miliar ton di Riau. Terkait hal tersebut, Sulistiyanto menegaskan, data yang dilansir Greenpeace tak benar. “Bahkan foto yang diedarkan juga bukan dari wilayah Sinar Mas. Itu kan namanya pembohongan publik dan pencemaran nama baik. Bagi kami sebagai perusahaan yang sudah go internasional sangat terganggu oleh ulah LSM itu. Secara legal kita bisa menuntut mereka karena mereka sudah melakukan pembohongan publik dan fitnah. Seperti foto tentang pembakaran hutan, foto yang mereka sebarkan itu bukan di wilayah kita tapi disebutkan berada di wilayah kita," tegasnya. Sebagai catatan, Sinar Mas menguasai lebih dari 780.000 hektare perkebunan kelapa sawit di Riau. "Sekitar 52% perkebunan Sinar Mas berada di lahan gambut yang mengandung 35 miliar ton karbon," kata Bustar Maitar, Juru kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara. Yang jelas, ini bukan pertama kalinya Sinar Mas terkena isu perusakan lingkungan. Pada 2001 lalu, The World Wildlife Fund (WWF) memperkirakan, Sinar Mas sudah merusak 450.000 hektare hutan guna pembuatan kertas dan minyak kelapa sawit.
Sinar Mas Bakal Tuntut Balik Greenpeace
JAKARTA. PT Sinar Mas rupanya benar-benar gerah dengan tudingan Greenpeace terkait tudingan merusak lahan gambut di Sumatera. "Seolah-olah kalau ada kerusakan hutan ditujukannya ke Sinar Mas. Itu tidak fair. Padahal kita hanya sebagian saja dari itu," tegas G Sulistiyanto Managing Director PT Sinar Mas, Selasa (26/5). Ia meminta semua pihak tak asal tuding saja. Sebelumnya, organisasi lingkungan internasional Greenpeace melaporkan, Sinar Mas Grup disinyalir melakukan kegiatan perusakan lahan gambut di Sumatera. Perusakan yang meliputi penebangan dan pembakaran hutan yang menyebabkan lepasnya 113 juta ton karbondioksida. Greenpeace menjelaskan, Sinar Mas Grup berutang 3,4 miliar euro atau Rp 48,5 triliun. Hal ini mengacu pada harga rata-rata karbon sebesar 30 euro per ton. Berdasarkan perhitungan Greenpeace, konsesi minyak kelapa sawit dan kertas Sinar Mas Grup melepas emisi karbondioksida hingga 2,26 miliar ton di Riau. Terkait hal tersebut, Sulistiyanto menegaskan, data yang dilansir Greenpeace tak benar. “Bahkan foto yang diedarkan juga bukan dari wilayah Sinar Mas. Itu kan namanya pembohongan publik dan pencemaran nama baik. Bagi kami sebagai perusahaan yang sudah go internasional sangat terganggu oleh ulah LSM itu. Secara legal kita bisa menuntut mereka karena mereka sudah melakukan pembohongan publik dan fitnah. Seperti foto tentang pembakaran hutan, foto yang mereka sebarkan itu bukan di wilayah kita tapi disebutkan berada di wilayah kita," tegasnya. Sebagai catatan, Sinar Mas menguasai lebih dari 780.000 hektare perkebunan kelapa sawit di Riau. "Sekitar 52% perkebunan Sinar Mas berada di lahan gambut yang mengandung 35 miliar ton karbon," kata Bustar Maitar, Juru kampanye Hutan Greenpeace Asia Tenggara. Yang jelas, ini bukan pertama kalinya Sinar Mas terkena isu perusakan lingkungan. Pada 2001 lalu, The World Wildlife Fund (WWF) memperkirakan, Sinar Mas sudah merusak 450.000 hektare hutan guna pembuatan kertas dan minyak kelapa sawit.