Ibarat artis ngetop, nama Grup Sinar Mas nyaris selalu menjadi buah bibir dan menjadi sorotan. Maklum, bisnis konglomerasi yang dirintis Eka Tjipta Widjaja sanggup bangkit lagi setelah jatuh berkali-kali. Bahkan kini, kelompok usaha ini tercatat sebagai salah satu grup usaha terbesar di Tanah Air. Nah, jika grup usaha lain menunjuk krisis moneter tahun 1998 sebagai fase kejatuhan terdalam, lain cerita dengan Sinar Mas. Kelompok bisnis itu merasa limbung pada tahun 2001. Mereka menanggung utang US$ 13,5 miliar hanya dari bisnis kelapa sawit serta pulp and paper. Angka itu berkontribusi mayoritas bagi total utang Sinar Mas. Harga kelapa sawit serta pulp and paper di pasar internasional yang terjun bebas yang menjadi biang kerok. Kala itu, satu ton kelapa sawit hanya dihargai US$ 350 per ton. "Ditambah country rating Indonesia juga sudah sangat rendah," kenang Gandi Sulistiyanto, Managing Director Sinar Mas Group saat dijumpai KONTAN di kantor Sinar Mas, akhir Agustus silam.
Sinar Mas jatuh tujuh kali, bangkit delapan kali
Ibarat artis ngetop, nama Grup Sinar Mas nyaris selalu menjadi buah bibir dan menjadi sorotan. Maklum, bisnis konglomerasi yang dirintis Eka Tjipta Widjaja sanggup bangkit lagi setelah jatuh berkali-kali. Bahkan kini, kelompok usaha ini tercatat sebagai salah satu grup usaha terbesar di Tanah Air. Nah, jika grup usaha lain menunjuk krisis moneter tahun 1998 sebagai fase kejatuhan terdalam, lain cerita dengan Sinar Mas. Kelompok bisnis itu merasa limbung pada tahun 2001. Mereka menanggung utang US$ 13,5 miliar hanya dari bisnis kelapa sawit serta pulp and paper. Angka itu berkontribusi mayoritas bagi total utang Sinar Mas. Harga kelapa sawit serta pulp and paper di pasar internasional yang terjun bebas yang menjadi biang kerok. Kala itu, satu ton kelapa sawit hanya dihargai US$ 350 per ton. "Ditambah country rating Indonesia juga sudah sangat rendah," kenang Gandi Sulistiyanto, Managing Director Sinar Mas Group saat dijumpai KONTAN di kantor Sinar Mas, akhir Agustus silam.