Sinergi Megah Internusa pilih ekspansi agar rapor tak lagi merah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Sinergi Megah Internusa Tbk sukses menggelar penawaran saham perdana atawa initial public offering (IPO) pada 12 Juli lalu. Kini, emiten yang memakai kode NUSA ini bakal fokus melakukan ekspansi demi mengerek kinerjanya.

Saat ini, emiten hotel dan pariwisata ini masih mencatatkan kinerja negatif. Mengutip laporan keuangan NUSA per 2017 lalu, perusahaan ini masih membukukan rugi bersih sebesar Rp 9,59 miliar. Memang, angka tersebut sudah susut dibanding kerugian tahun sebelumnya yang mencapai Rp 35,68 miliar.

Direktur Utama NUSA Iwandono menjelaskan, dengan ekspansi yang dilakukan setelah mendapatkan dana hasil IPO, NUSA yakin bisa mencetak untung di tahun depan. "Sekarang kami masih minus, tetapi di 2019, kami sudah bisa untung dengan adanya penjualan villa," kata Iwandono, beberapa waktu lalu.


Perusahaan yang memiliki aset berupa hotel di Yogyakarta bernama Lafayette Boutique ini memasang target dapat membukukan margin laba bersih sebesar 22,9% di tahun depan. Lalu, pada 2023 mendatang, margin laba bersihnya ditargetkan meningkat jadi 47,3%.

NUSA juga menargetkan pendapatannya bisa mencapai Rp 218 miliar di 2019. Jumlah tersebut melesat 780% dibanding proyeksi pendapatan tahun ini sebesar Rp 24 miliar.

Untuk mencapai target itu, NUSA menyiapkan sejumlah ekspansi. Emiten ini antara lain akan mengembangkan convention center di hotel yang dimilikinya. Jadi, NUSA berniat masuk bisnis meeting, incentives, convention & exhibition (MICE). Perusahaan ini mengalokasikan Rp 20 miliar untuk pengembangan ini.

Bangun vila

Perusahaan ini juga berniat membangun hotel. Pembangunan tersebut bakal dilakukan oleh anak usaha NUSA, yakni PT Mulia Manunggal Karsa, yang sudah memiliki lahan di Batam.

NUSA akan membangun 180 vila mewah dengan konsep mediteranian di atas lahan seluas 20 hektare di Batam. Nantinya, di lokasi itu bakal ada tiga tipe vila yang dibangun. Harganya pun beragam, mulai dari Rp 5 miliar. Pembangunan tersebut diperkirakan memakan waktu lima tahun.

Untuk pembangunan vila tersebut, NUSA membutuhkan dana sekitar Rp 1,1 triliun. Padahal, dana segar yang didapat NUSA dari penawaran saham perdana hanya Rp 180 miliar. Iwandono tidak menjelaskan dari mana sisa kebutuhan dana akan dipenuhi.

Yang jelas, tahun ini tingkat okupansi hotel milik NUSA rata-rata sudah mencapai 52%. Angka ini naik dibandingkan dengan tahun lalu sekitar 40%. Bahkan, di Lebaran lalu, tingkat keterisiannya sempat meningkat hingga 78%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie