Singapura Bersiap untuk Persidangan Korupsi Terbesar dalam Beberapa Dekade Terakhir



KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Singapura, yang dikenal sebagai salah satu negara dengan tingkat korupsi terendah di dunia, kini menghadapi peristiwa langka: sebuah persidangan korupsi tingkat tinggi yang melibatkan mantan pejabat pemerintah.

S. Iswaran, mantan Menteri Transportasi yang dikenal atas perannya dalam menghadirkan balapan malam Formula Satu (F1) ke Singapura, menjadi tokoh politik pertama dalam hampir empat dekade yang diselidiki atas dugaan korupsi.

Pada 24 September 2024, Iswaran, yang kini berusia 62 tahun, menghadapi persidangan atas 35 dakwaan termasuk menerima barang berharga sebagai pegawai negeri, korupsi, serta menghalangi jalannya keadilan. Persidangan ini membawa perhatian luas, mengingat reputasi Singapura yang dikenal dengan integritas pemerintahannya yang tinggi.


Baca Juga: Pejabat Publik Pertama Singapura Diadili Kasus Korupsi

Dakwaan Terhadap Iswaran: Penerimaan Hadiah Tak Wajar

Sebagai seorang pejabat publik, Iswaran dituduh menerima lebih dari 400.000 dolar Singapura (sekitar US$306.000) dalam bentuk hadiah dari dua pengusaha ternama. Salah satunya adalah Ong Beng Seng, seorang miliarder asal Malaysia yang turut berperan dalam kesepakatan F1 Singapura.

Pengusaha lainnya adalah Lum Kok Seng, seorang tokoh berpengaruh di organisasi akar rumput yang terkait dengan daerah pemilihan Iswaran sebelumnya.

Hadiah yang diterima Iswaran termasuk tiket musikal West End, penerbangan, botol whisky, tiket pertandingan Liga Primer Inggris, hingga sepeda merek Brompton. Meski demikian, baik Ong maupun Lum belum didakwa dengan pelanggaran apapun.

Dalam suratnya kepada Perdana Menteri saat itu, Lee Hsien Loong, pada 17 Januari, Iswaran menegaskan bahwa dirinya tidak bersalah dan menolak semua dakwaan.

Dia juga menyatakan melalui tim hukumnya bahwa dia tidak menyadari bahwa hadiah-hadiah dari dua orang yang dianggapnya sebagai teman dekat tersebut dapat dianggap sebagai bentuk suap terselubung. Iswaran pun mengundurkan diri dari Partai Aksi Rakyat (PAP) dan dari jabatannya sebelum secara resmi didakwa.

Baca Juga: Tiongkok Mendesak Kewaspadaan Terhadap Serangan Siber Taiwan

Konsekuensi Hukum dan Persepsi Publik

Kasus Iswaran disidangkan di bawah ketentuan langka dari Penal Code Singapura, yang telah menjadi bagian dari undang-undang pidana kota tersebut sejak tahun 1871.

Pasal ini mengatur bahwa seorang pegawai negeri dilarang menerima atau memperoleh apapun yang bernilai dari seseorang dengan siapa mereka berurusan dalam kapasitas resmi. Undang-undang ini jarang digunakan, namun diterapkan dengan ketat dalam kasus Iswaran.

Proses hukum ini menjadi semakin menarik dengan keterlibatan tim hukum yang dipimpin oleh Davinder Singh, seorang mantan anggota PAP dan pengacara senior yang telah mewakili keluarga Lee dalam berbagai kasus penting sebelumnya. Selain itu, sebanyak 56 saksi dipanggil untuk memberikan kesaksian, termasuk istri Iswaran.

Di tengah sidang ini, muncul kekhawatiran bahwa Iswaran mungkin akan mengungkap informasi sensitif selama persidangan, yang berpotensi memengaruhi kepercayaan publik terhadap partai yang telah memerintah Singapura sejak kemerdekaannya.

Dampak Terhadap Pemerintah dan Stabilitas Politik

Sidang korupsi ini terjadi hanya beberapa bulan setelah Lawrence Wong dilantik sebagai Perdana Menteri baru Singapura, menyusul pengunduran diri Lee Hsien Loong.

Kasus Iswaran muncul bersamaan dengan peristiwa lain yang mengguncang dunia politik Singapura, seperti pengunduran diri mantan Ketua Parlemen Tan Chuan Jin akibat pengakuan perselingkuhan dengan sesama anggota parlemen pada Juli 2023.

Baca Juga: Ini Menteri Pertama Singapura yang Diadili karena Kasus Korupsi

Meskipun demikian, para pengamat politik menilai bahwa kasus ini tidak akan banyak mempengaruhi masa jabatan Lawrence Wong, yang masih dalam periode awal.

Wong sendiri telah memperkuat posisinya di tengah masyarakat, dengan survei yang dilakukan oleh Blackbox menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden memberikan penilaian positif terhadap kinerjanya sejauh ini.

Namun, dengan pemilihan umum yang dijadwalkan paling lambat pada November 2025, isu ini dapat menjadi tantangan tersendiri bagi Wong dan Partai Aksi Rakyat. Banyak yang berpendapat bahwa lebih baik jika persidangan ini dapat segera selesai sebelum kampanye pemilu dimulai, agar tidak membayangi citra partai di mata pemilih.

Tanggapan Publik dan Implikasi Jangka Panjang

Meskipun kasus Iswaran mendapatkan perhatian media, beberapa pengamat politik percaya bahwa isu ini hanya akan menjadi "gangguan kecil" dalam sejarah panjang pemerintahan yang bersih di Singapura. Felix Tan, seorang pengamat politik independen, menekankan bahwa tantangan utama bagi pemerintah saat ini adalah mempertahankan kepercayaan publik.

Dalam konteks ini, masyarakat Singapura tampaknya lebih fokus pada isu-isu yang lebih mendesak seperti ekonomi, bisnis, dan biaya hidup. Meski ada kekhawatiran mengenai dampak kasus ini terhadap institusi pemerintah, mayoritas rakyat Singapura masih memberikan dukungan terhadap pemerintahan Wong dan PAP, seperti yang tercermin dalam survei Blackbox.

Selanjutnya: PTPN IV Kapalkan 14.500 Ton CPO di Riau Hasilkan Devisa USD13 Juta

Menarik Dibaca: Cerebrofort dan Rockstar Academy Berkolaborasi Bangui Generasi Alpha yang Cerdas

Editor: Handoyo .