SINGAPURA. Ini bisa menjadi mimpi buruk bagi penjahat keuangan Indonesia. Saat ini, Otoritas Moneter Singapura atau Monetary Authority of Singapore sedang berupaya memperketat undang-undang tindak pencucian uang. Dengan UU ini, Singapura tidak akan lagi menjadi surga bagi para penggelap pajak atau pelaku pidana pencucian uang. Ravi Menon, Managing Director Otoritas Moneter Singapura mengatakan, pihaknya akan meningkatkan penegakan hukum tindak pidana pencucian uang yang berasal dari kejahatan dan penggelapan pajak. "Kami akan memastikan penjahat keuangan tidak membayar di Singapura," tegasnya. Menurutnya, para penjahat keuangan ini telah membahayakan reputasi Singapura sebagai pusat industri keuangan. Hukuman lebih berat
Dengan aturan tegas pada kejahatan keuangan, Singapura ingin mengirim pesan yang jelas bahwa negara tersebut tidak lagi menoleransi aliran dana terlarang. Tidak hanya kejahatan keuangan dan penggelapan pajak saja, aturan ketat juga diberlakukan untuk mencegah pendanaan terorisme. Selain UU anti pencucian uang, Menon mengatakan, unit kejahatan kerah putih Departemen Urusan Komersial Singapura juga akan meningkatkan jumlah pemantau transaksi keuangan mencurigakan. Bank Sentral juga akan melakukan inspeksi ke lembaga keuangan untuk memastikan aturan anti pencucian uang ini berlaku dengan mengikuti standar internasional. Lembaga keuangan yang tidak memenuhi standar akan diperingatkan dan ditegur secara tertulis. "Kami juga sedang mengkaji apakah perlu meningkatkan intensitas pengawasan, termasuk mempertimbangkan sanksi publik bagi lembaga yang bersalah," katanya. Sebelumnya Sundaresh Menon, Jaksa Agung Singapura mengatakan, jaksa akan menuntut hukuman lebih berat bagi penjahat kerah putih. Selain itu, Singapura juga akan bekerjasama dengan lembaga-lembaga global untuk mencegah tindak pencucian uang dan penggelapan pajak. "Ada aliran dana dari Eropa ke Singapura yang berlebihan," kata Sundaresh Menon.
Langkah otoritas moneter Singapura ini merupakan reaksi atas kritik Departemen Luar Negeri Amerika Serikat (AS) pada Maret 2011 lalu. Ketika itu, AS menyatakan, Singapura sangat rentan terhadap tindak pencucian uang. Bahkan menurut Financial Action Task Force di Paris, rata-rata tindak pencucian uang di negeri ini naik menjadi 21 kali per tahun dari 2008-2010, dibanding tahun 2000-2007, yakni hanya empat kali. Singapura yang saat ini memiliki proporsi tertinggi miliuner dunia menerima banyak untung dari deposito orang asing dan investasi ekuitas bebas pajak. Sejak 2001 jumlah dana kelolaan lembaga keuangan di Singapura meningkat lima kali lipat jadi US$ 1,2 triliun. Tak hanya Singapura yang menjadi surga para penjahat keuangan. Hong Kong dan Swiss juga menjadi negara tujuan utama penjahat kerah putih menyimpan dana. Financial Action Task Force menyebutkan, telah terjadi kenaikan tindak pencucian uang di Hong Kong dari 179 kali di 2007 menjadi 360 kali pada 2010. Namun Swiss kini juga berupaya mencegah pidana pencucian uang dengan membentuk Kantor Pusat Pelaporan Tindak Pencucian Uang (MROS) yang berfungsi sebagai penghubung lembaga keuangan dan penegak hukum dalam penanganan tindak pencucian uang.
Editor: Rizki Caturini