Sinyal dovish bank sentral global, jadi katalis penguatan rupiah



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sinyal dovish semakin lekat dengan sejumlah bank sentral global, seperti The Federal Reserve dan European Central Bank (ECB) terkait outlook ekonomi dan suku bunga ke depan. Lantas, rupiah diuntungkan dengan kondisi tersebut.

Berdasarkan data Bloomberg, Rabu (19/6) rupiah tutup menguat tipis 0,39% di level Rp 14.269 per dollar Amerika Serikat (AS). Begitu pula dalam kurs tengah BI mata uang Garuda yang tumbuh 0,43% menjadi Rp 14.271 per dollar AS.

Fokus pasar saat ini tertuju pada pertemuan The Fed dalam The Federal Open Market Committee (FOMC) yang akan berlangsung selama dua hari, terhitung mulai dari Rabu (19/6) waktu AS. Kabarnya Gubernur The Fed, Jarome Powell masih percaya diri dengan suku bunga di level 2,25%-2,5%.


Ekonom BCA, David Sumual mengatakan meski prediksi suku bunga The Fed tetapi, ekspektasi pasar ke arah testimoni Powell berapa kali akan memangkas suku bunga acuan di tahun ini.

Dia menambahkan kemungkinan ada beberapa poin yang dibahas oleh The Fed yakni terkait suku bunga dan proyeksi ekonomi global serta AS. “Secara keseluruhan prediksi masih dovish karena data ekonomi AS cenderung negatif,” kata David kepada Kontan, Rabu (19/6).

Sementara, ECB juga menandakan sinyal dovish dengan berencana melonggarkan kebijakan moneter jika inflasi zona Eropa gagal mencapai target di level 2%. Kata David, sikap dovish kedua bank sentral ini karena pelemahan ekonomi global sehingga pasar saat ini melarikan investasinya ke pasar emerging market, termasuk Indonesia. Alhasil rupiah menguat.

Di sisi lain, Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI bakal digelar besok. David pun memprediksi suku bunga BI masih sama di level 6%. Adapun besok ia meramal mata uang Garuda berpotensi menguat dan bakal berkutat di level Rp 14.200-Rp 14.280 per dollar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi