KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pidato bernada hawkish dari Gubernur Federal Reserve Jerome Powell memicu penurunan di bursa saham. Powell memberikan sinyal bank sentral Amerika Serikat (AS) itu masih akan agresif mengerek suku bunga acuan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pun sempat terimbas, meski masih mampu memberikan perlawanan pada akhir perdagangan Rabu (8/3). Sempat merosot ke 6.728,19, IHSG membalikkan keadaan dengan ditutup menguat 0,14% ke posisi 6.776,37 pada perdagangan kemarin. Analis Investindo Nusantara Sekuritas Pandhu Dewanto mengingatkan, kenaikan suku bunga The Fed dapat menekan pasar saham secara global, termasuk Indonesia. Sebab, dana asing akan cenderung beralih ke tabungan atau deposito karena menawarkan risk reward lebih menarik.
Pasar melihat risiko dunia usaha yang berpotensi mengalami kontraksi dan berdampak pada kinerja emiten. "Investor membaca risiko ini sehingga cenderung mencari alternatif investasi yang lebih aman," ujar Pandhu kepada Kontan.co.id, Rabu (8/3). CEO Edvisor.id Praska Putrantyo menimpali, fluktuasi IHSG belakangan ini cenderung kontrarian dengan momentum rilis kinerja emiten yang mayoritas positif. Musim dividen yang semakin dekat juga belum signifikan menghangatkan pasar. "Pasar tampak sudah lebih mengantisipasi dampak kebijakan moneter ketat terhadap perekonomian yang berpotensi melambat paling tidak hingga semester pertama 2023," kata Praska. Baca Juga: Sejumlah Saham Berpotensi Jadi Laggard Saat IHSG Turun, Mana yang Layak Dikoleksi? Pandhu menambahkan, langkah The Fed yang ditaksir bakal lebih agresif dilakukan untuk mempercepat laju penurunan inflasi. Jadi, Pandhu masih akan berat bagi pasar saham membangun momentum positif dalam waktu dekat. Suku bunga diperkirakan mencapai puncak sekitar bulan September pada level 5,64%. "Nah, biasanya market akan bergerak lebih dulu, sehingga kita bisa bersiap untuk bottom fishing mendekati September," imbuh Pandhu. Head of Research Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan menaksir saham sektor komoditas-energi berpeluang koreksi lantaran agresivitas The Fed bisa menekan demand. Dari dalam negeri, sinyal dari The Fed bisa memicu Bank Indonesia (BI) lebih dulu mengerek suku bunga acuan 50 bps. Kombinasi dari sejumlah sentimen itu bisa jadi pemicu sikap hati-hati pasar dalam jangka pendek. Tapi, pelaku pasar tak perlu panik berlebihan. IHSG masih berpeluang memberikan perlawanan. Baca Juga: IHSG Menguat ke 6.776 Hari Ini (8/3), BBRI, BMRI, ADRO Paling Banyak Net Buy Asing