Sinyal merah global: Yield surat utang AS tenor 30 tahun anjlok ke rekor terendah



KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Tingkat yield surat utang AS bertenor 30 tahun anjlok ke rekor terendah sepanjang sejarah pada transaksi pagi di Asia, Kamis (15/8). Mengutip Reuters, yield surat utang tersebut melampaui level 2% untuk kali pertama.

Kondisi ini terjadi selang sehari setelah terjadinya kurva terbalik antara yield surat utang AS tenor 10 tahun dengan tenor 2 tahun.

Setelah merosot ke bawah level 2%, tingkat yield surat utang tenor 30 tahun berada di level 1,987%. Meski demikian, posisi itu masih lebih tinggi ketimbang surat utang bertenor sama secara global. Yield surat utang Jepang tenor 30 tahun, misalnya, berada di level 0,155%. Sedangkan yield obligasi Jerman tenor yang sama berada di posisi -0,201%.


Baca Juga: Trump kembali serang The Fed terkait kurva yield terbalik

"Yieldnya sangat rendah dari standar biasa, namun masih masuk akal untuk masuk ke pasar surat utang AS seiring outlook ketidakpastian ekonomi. Lebih lagi, nilai tukar dollar masih tetap menarik ketimbang mata uang negara maju lainnya," jelas analis DBS Bank di Singapura pada Kamis (15/8) seperti yang dikutip CNBC.

Analis DBS juga menambahkan, investor juga harus ingat bahwa reli di pasar obligasi terbilang lentur. Durasi yang berlebihan cukup rentan dengan adanya kabar baik yang sangat minim dalam beberapa bulan terakhir," jelas DBS.

Baca Juga: Kekhawatiran resesi merontokkan Wall Street

Sementara itu, mengomentari soal kurva yield terbalik AS, mantan Pimpinan The Fed Janet Yellen bilang, bisa jadi itu merupakan sinyal baik kali ini.

"Alasannya adalah ada sejumlah faktor selain ekspektasi market mengenai arah suku bunga acuan di masa yang akan datang yang pada akhirnya menekan yield jangka panjang," papar Yellen kepada Fox Business Network.

Baca Juga: Kurva imbal hasil US Treasury terbalik, sinyal klasik resesi ekonomi akan datang

Asal tahu saja, yield jangka panjang AS terus melorot di sepanjang bulan ini karena kekhawatiran tentang perang dagang antara AS dengan China -ditambah dengan ekspektasi inflasi rendah dan aksi dari bank sentral yang lebih agresif- mendorong trader untuk mencari tempat investasi yang lebih aman.

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie