Sinyal Pelonggaran Suku Bunga The Fed Menguat, Sri Mulyani: Shock Terburuk Dilewati



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Bank Sentral Amerika Serikat Federal Reserve atau The Fed, mengisyaratkan bakal terjadi tiga kali pemangkasan suku bunga, yang diperkirakan mulai pada bulan Maret 2024. Sebelumnya The Fed mempertahankan suku bunga di kisaran 5,25% - 5,5% pada Kamis (14/12).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, sinyal pelonggaran suku bunga The Fed, menjadi kabar positif bagi gejolak perekonomian yang dihadapi saat ini.

“Ini memberi harapan, paling tidak muncul optimisme karena situasi, berarti shock yang terburuk dari kenaikan suku bunga sudah dilewati,” katanya  Sri Mulyani dalam Seminar Outlook Perekonomian Indonesia, Jumat (22/12).


Baca Juga: Bayangan Sri Mulyani Terhadap Ekonomi RI pada 2024, Optimis dan Waspada

Sri Mulyani sendiri memprediksi, kebijakan suku bunga The Fed kemungkinan akan turun pada semester kedua 2024, dan dampaknya akan  meredakan ketidakpastian di pasar keuangan global.

Perkiraan ini juga menjadi kabar yang sangat baik, lantaran sebelumnya Bank Sentral AS tersebut diprediksi akan mempertahankan suku bunganya di level yang tinggi dalam waktu yang sangat lama.

“Untuk 2024 kalau dengan situasi suku bunganya tinggi dan bertahan agak lama, sekarang diskusinya lama itu berapa lama? Ada yang bilang 24 bulan, 18 bulan, dan sekarang lebih pendek lagi,” ungkapnya.

Adapun melihat ke belakang, kenaikan suku di berbagai negara maju, termasuk The Fed meningkat drastis hingga 500 basis poin. Kondisi ini memberikan shock yang besar, tidak hanya di negara itu, tetapi juga bagi global.

Baca Juga: BI Ingatkan Perekonomian Dunia Masih Belum Ramah Tahun Depan

Bahkan, Lembaga internasional memperkirakan kenaikan suku bunga The Fed di level yang tinggi akan memicu AS masuk ke jurang resesi, bahkan dunia akan gelap gulita karenanya.

Meski begitu, kini kondisi perekonomian AS perlahan mulai membaik, dan turun menurunkan risiko perekonomian global.

Justru, kata Sri Mulyani, yang harus diwaspadai saat ini adalah perlambatan ekonomi China akibat krisis permasalahan property. Fenomena ini  ditandai dengan bangkrutnya raksasa properti Evergrande itu dinilai akan berdampak terhadap perekonomian global. Disamping itu, fragmentasi perekonomian global dan geopolitik juga akan terus diwaspadai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli