Sinyal titik balik ekonomi Indonesia



JAKARTA. Mari berharap ekonomi Indonesia segera membaik. Sinyal perbaikan itu mulai tampak pada pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2015. Dua kuartal berturut-turut berada di zona negatif, kuartal kedua tahun ini berbalik arah dan bisa tumbuh positif. Indonesia bisa lepas dari kekhawatiran memasuki zona resesi.

Kemarin Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, ekonomi Indonesia di kuartal II dilihat secara kuartal (quarter to quarter) tumbuh 3,78%. Sebelumnya selama dua kuartal berturut-turut, ekonomi RI minus 2,02% dan 0,18%.

Meski demikian, pemerintah perlu waspada karena secara tahunan (year on year), pertumbuhan kuartal II lebih rendah dari kuartal I, yakni turun dari 4,71% menjadi 4,67%. Angka pertumbuhan year on year itu terendah sejak tahun 2011.


Kepala BPS Suryamin memberi catatan, penurunan di kuartal II secara year on year terjadi karena penurunan konsumsi rumah tangga dan lambatnya belanja pemerintah. "Konsumsi rumah tangga turun konsisten sejak tahun lalu," katanya, Rabu (5/8). Toh, Suryamin optimistis, konsumsi rumah tangga akan naik pada triwulan III, terdorong ekonomi dari gaji ke-13.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) ikut menanggapi data ekonomi ini. Pelambatan pertumbuhan ekonomi secara tahunan terjadi karena faktor luar seperti penurunan harga komoditas. Penurunan harga komoditas ini menurunkan ekspor serta menekan ekonomi daerah. Tak heran, pertumbuhan ekonomi sejumlah daerah yang didominasi oleh komoditas, seperti Kalimantan dan Sumatera, melambat.

Ekonom Universitas Indonesia Berly Martawardaya menegaskan, data kuartal II melihat ekonomi RI mulai positif. "Pertumbuhan di kuartal berikutnya tergantung belanja pemerintah," kata Berly.

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih membenarkan, meskipun secara tahunan melambat, pertumbuhan ekonomi triwulanan atau quarter to quarter membaik. Triwulan II-2015, ekonomi Indonesia tumbuh 3,78% dibandingkan dengan kuartal I-2015. Nah, menurutnya, untuk mencapai target pertumbuhan hingga akhir tahun sebesar 5,1%, semester kedua Indonesia harus tumbuh 5,4%. "Itu berat sekali," katanya.

Kini, selain mendorong daya beli masyarakat dan menggenjot belanja pemerintah, tantangan terbesar lainnya adalah menjaga rupiah. Maklum, rupiah semakin tidak berdaya dan menembus posisi Rp 13.500 per dollar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie