KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Sitara Propertindo Tbk (TARA) menargetkan pertumbuhan penjualan sebesar 4% di tahun 2019 lewat sejumlah proyek. Direktur Utama TARA Dedi Djajasastra bilang kondisi politik dan ekonomi dalam kurun waktu belakangan cukup mempengaruhi kinerja emiten properti. "Penjualan kami terus turun dalam dua tahun belakang ini akibat kondisi politik dan ekonomi," sebut Dedi, Senin (24/6).
Berdasarkan laporan keuangan TARA, pada 2017 lalu penjualan perseroan tercatat sebesar Rp 51,3 miliar. Angka ini merosot pada akhir tahun 2018, perseroan hanya berhasil meraup penjualan sebesar Rp 24,64 miliar. Dedi menyebut ada beberapa kondisi yang membuat TARA cukup optimistis di tahun 2019. "Pemerintah seperti memberi keleluasaan dengan menaikkan batas maksimum untuk Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah (PPnBM)," sebut Dedi. Mengutip laporan Kontan.co.id, beleid ini menyebut soal relaksasi batasan nilai hunian mewah yang dikenakan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) menjadi Rp 30 miliar. Artinya, hanya hunian mewah yang meliputi rumah, apartemen, kondominium, town house, sejenisnya yang bernilai di atas Rp 30 miliar yang dikenakan PPnBM sebesar 20%. Kebijakan relaksasi ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.86/PMK.010/2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan No.35/PMK.010/2017 tentang Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai PPnBM. Revisi aturan ini dinyatakan berlaku sejak 10 Juni lalu. Selain alasan tersebut, Dedi mengungkapkan rencana pemerintah menggodok penurunan tarif pajak penghasilan (PPh) 22 untuk hunian mewah yang sebelumnya sebesar 5% menjadi hanya 1% menjadi peluang bagi TARA. Indikator lainnya yakni keputusan Bank Indonesia untuk tidak menaikkan suku bunga yang menurut Dedi membuat sektor perbankan ikut menahan diri. "Trennya jika ada perbaikan di sektor ekonomi maka properti diberi kesempatan untuk menjual lebih banyak kepada masyarakat sebab masyarakat melihat adanya kemudahan untuk mendapatkan produk kita," jelas Dedi. Dedi menyebut kini TARA sedang bersiap untuk menggencarkan kembali usahanya lewat sejumlah proyek. Proyek-proyek tersebut antara lain berlokasi di Bogor dan Wonogiri. "Beberapa lokasi sedang diselesaikan pembebasan lahannya untuk pembuatan jalan," jelas Dedi. Berdasarkan keterangan perseroan, hingga Desember 2018, TARA memiliki lahan seluas 765 ribu m² di Bogor, 1,09 juta m² di Wonogiri dan 15 ribu m² di Tangerang. Sementara itu pada 2018 lalu TARA mengalokasikan sekitar Rp 401,64 miliar sebagai uang muka pembelian tanah di Bogor, Jawa Barat milik PT Griya Cipta Berdikari. Sementara itu, Dedi menambahkan perseroan menyiapkan belanja modal demi menopang proyek-proyek di 2019. "Porsinya setengah dari kas penjualan dan setengah dari pinjaman perbankan," ujar Dedi. Sayangnya Dedi enggan menyebutkan besaran belanja modal yang disiapkan. Langkah hati-hati yang diambil oleh TARA disebut Dedi berkaca pada kinerja perusahaan properti lainnya. "Banyak perusahaan properti yang salah langka malah akhirnya menimbulkan permasalahan bagi perusahaan, makanya kami sangat hati-hati. Tahun politik bukanlah tahun yang tepat bagi properti," ungkap Dedi.
Sementara itu, dalam laporan keuangan perseroan. Pada 2018 laba tahun berjalan perseroan sebesar Rp 952 juta atau turun 25,41 miliar
year on year (yoy) dimana pada periode yang sama ditahun sebelumnya sebesar Rp 1,28 miliar. Sementara itu pada kuartal pertama 2019, penjualan perusahaan tercatat sebesar Rp 5,45 miliar atau anjlok 121,26% yoy dibanding perolehan periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar Rp 12,06 miliar. Penurunan juga tercermin pada laba perseroan. Pada kuartal pertama 2019, laba TARA sebesar Rp 122,19 juta atau merosot 93,72% yoy dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar Rp 236,71 miliar. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Yudho Winarto