Skandal Diebold, eks Dirut Mandiri dan Gubernur BI



JAKARTA. Produsen mesin anjungan tunai mandiri (ATM) asal Ohio, Amerika Serikat (AS), Diebold Inc., melalui anak usahanya diduga melakukan penyuapan terhadap pejabat bank badan usaha milik negara (BUMN) di beberapa negara untuk pengadaan mesin ATM. Suap pada pejabat bank milik pemerintah di China dan Indonesia diberikan dalam bentuk perjalanan gratis ke tujuan wisata populer di AS dan Eropa. Tuntutan Securities and Exchange Commission (SEC) AS yang diajukan di Pengadilan Federal di Washington DC, pelanggaran yang dilakukan Diebold terjadi pada periode 2005-2010. Direktur Utama Bank Mandiri periode 2005-2010 Agus D.W. Martowardojo yang sekarang menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia memberikan komentar terkait pengadaan mesin ATM dari Diebold.

Ia membenarkan bahwa dirinya berkarier di bank pelat merah pada 1998-2002 dan menjabat sebagai Direktur Utama Bank Mandiri pada 2005-2010. "Jadi kalau yang terkait dengan transaksi ini, tentu harus dilihat. Saya meyakini sistem yang ada, sistem procurement yang ada dilakukan dengan baik dan tertib, tapi harus dilihat secara lebih rinci bagaimana background-nya," ujar Agus Martowardojo di Hotel Le Meridien, Jakarta, Kamis (24/10). Agus melanjutkan, meski telah ada putusan hukum atas kasus suap Diebold di AS, namun dirinya belum dapat memberikan tanggapan apakah masalah ini juga menjadi kasus hukum di Indonesia.

Tanpa menyatakan kesiapannya jika harus diusut, menurutnya, yang terpenting adalah industri perbankan Indonesia dan juga bank sentral Indonesia harus segera menindaklanjuti hal ini sehingga diperoleh kebenarannya. "Apakah memang terjadi tindakan gratifikasi, penyogokan atau apa, tentu harus dilihat kasusnya dan juga siapa saja bank-banknya. Jadi saya rasa perlu ada pendalaman di masing-masing bank dan lembaga independen di masing-masing bank seperti di satuan audit atau direktur compliance (kepatuhan)," ucap Agus, yang saat ini menjadi Gubernur BI.


Perlu diketahui, Bank Mandiri, hingga Agustus 2013 tercatat memiliki 11.454 ATM. Dari jumlah itu, 10.077 unit adalah mesin ATM tunai, 38 ATM Drive Thru, 43 Mobile, 1.000 ATM non tunai, dan 296 unit ATM setoran tunai. Bank Mandiri pada saat yang sama bahkan menerima rekor dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) karena berhasil memasang 1.421 ATM dalam satu bulan. Pemasangan ATM yang merupakan hasil kerja sama dengan Diebold itu dilakukan pada Juni 2013 dan tersebar di 31 provinsi. Mandiri pun telah mengeluarkan investasi Rp 111 miliar untuk membeli 1.500 ATM di tahun ini. Mesin ATM ini terdiri dari berbagai jenis seperti ATM tunai, mobile, setoran tunai, dan drive thru. Transaksi di ATM Mandiri pada periode Januari-Juni 2013 mencapai 442 juta transaksi. Jumlah itu naik 12% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebanyak 394 juta transaksi.

Biarkan pengawas bekerja Agus menjelaskan, kasus ini akan didalami dan ditangani oleh para pengawas bank di Bank Indonesia. Selain itu, karena yang terseret kasus adalah bank pemerintah maka tentu perlu ada keterbukaan informasi mengenai kebenarannya kepada masyarakat luas. "Perlu ada keterbukaan informasi. Yang akan bekerja sama pasti pengawas pasar modal untuk bisa melakukan verifikasi ini. BI sebagai pengawas bank komersial juga bisa melakukan koordinasi, tapi prioritasnya tentu pengawas bank pada masing-masing bank," papar Agus. Sebagai catatan, putusan Securities and Exchange Commission (SEC) AS menyatakan, Diebold melanggar Undang-Undang Anti Korupsi di Luar Negeri yang menyuap bank milik pemerintah China dan Indonesia dengan wisata perjalanan guna memenangkan bisnis. Dalam keterangan resmi Departemen Kehakiman AS, seperti dilansir kantor berita Reuters (22/10), SEC menyatakan Diebold telah setuju untuk membayar lebih dari US$ 48 juta untuk menyelesaikan tuduhan SEC dan menyelesaikan masalah kriminal paralel. Lembaga anti korupsi dan monopoli negeri Paman Sam tersebut memaparkan bahwa anak usaha Diebold di China dan Indonesia menghabiskan sekitar US$ 1,8 juta untuk perjalanan, hiburan, dan hadiah lainnya yang tidak pantas untuk pejabat senior dari bank, hal ini disinyalir dapat mempengaruhi keputusan pembelian. Sekitar US$ 1,6 juta atau Rp 17,45 miliar dikeluarkan untuk menyuap pejabat bank milik pemerintah di sana guna melancarkan proyek di China. Sedangkan untuk menyuap pejabat bank BUMN di Indonesia, perusahaan tersebut mengeluarkan dana sebesar US$ 147.000 atau setara Rp 1,6 miliar. Suap pada pejabat bank milik pemerintah di China dan Indonesia diberikan dalam bentuk perjalanan gratis ke tujuan wisata populer di AS dan Eropa. Pengeluaran Diebold tersebut dicatat dalam pembukuan dan catatan perusahaan sebagai biaya pelatihan yang sah. SEC juga menyatakan usaha Diebold di China juga menyediakan hadiah bagi puluhan pejabat bank dengan uang tunai senilai kurang dari US$ 100 sampai lebih dari US$ 600. SEC juga menuduh Diebold telah memalsukan buku keuangan untuk menyembunyikan suap sekitar USD 1,2 juta kepada karyawan bank swasta di Rusia. "Suap adalah suap, apakah itu dalam bentuk setumpuk uang tunai atau perjalanan semua biaya yang dibayar ke Eropa. Perusahaan-perusahaan publik harus bertanggung jawab ketika mereka melanggar hukum untuk mempengaruhi pejabat pemerintah dengan pembayaran yang tidak tepat atau hadiah," ucap Associate Direktur  Division of Enforcement SEC Scott W. Friestad, seperti dilansir Reuters, Selasa (22/10). Menurut tuntutan SEC yang diajukan di Pengadilan Federal di Washington DC, pelanggaran yang dilakukan Diebold terjadi pada periode 2005-2010. Tujuan wisata perjalanan yang diberikan kepada pejabat bank tersebut antara lain Grand Canyon, Napa Valley, Disneyland, Universal Studios, Las Vegas, New York City, Chicago, Washington DC, dan Hawaii. Selain itu, para pejabat bank tersebut juga diberikan liburan ke Eropa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: