Skandal suap vendor ATM AS menyerempet bankir BUMN



JAKARTA. Regulator bursa Amerika Serikat (AS), Securities and Exchange Commission (SEC), menggugat perusahaan penyedia ATM, Diebold Inc ke pengadilan distrik Columbia, lantaran menyuap pejabat bank pemerintah.

Yang mengejutkan adalah, selain bank milik Pemerintah China dan Rusia, Diebold juga menyuap bank milik Pemerintah Indonesia alias bank berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Mengutip dokumen pengadilan yang diteken pengacara SEC, Selasa (22/10), selama periode 2005-2010 Diebold Inc melalui perwakilan di Indonesia, PT Diebold Indonesia, menyediakan perjalanan liburan serta hiburan bagi pejabat bank BUMN agar sukses menjalankan bisnis.


Diebold Indonesia merogoh kocek US$ 147.000 atau Rp 1,6 miliar (kurs Rp 11.000 per dollar AS), untuk memberi liburan serta hiburan gratis bagi bankir bank BUMN.

Diebold Indonesia merogoh kocek US$ 147.000 atau Rp 1,6 miliar (kurs Rp 11.000 per dollar AS), untuk memberi liburan serta hiburan gratis bagi bankir bank BUMN.

Imbalannya, selama periode itu, Diebold meraih US$ 16 juta dari penjualan ATM ke bank BUMN yang pejabatnya telah disuap. Dokumen tersebut tak menyebutkan nama bank BUMN yang terlibat.

Tapi, seperti kita tahu, hanya ada empat bank BUMN di negeri ini: Bank BNI, Bank Mandiri, Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Tabungan Negara (BTN).  Namun, bank BUMN yang dihubungi KONTAN membantah terlibat.

"BNI steril," tegas Direktur Keuangan BNI, Yap Tjay Soen.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), Difi A. Johansyah, mengatakan, pekan ini BI ini akan meminta penjelasan bank-bank BUMN. "Kalau perlu, kami meminta mereka  untuk melakukan audit internal," kata Difi.

BRI siap dipanggil BI

Direktur Utama BRI Sofyan Basir mengungkapkan, sudah sejak tahun 2005, BRI tidak lagi menggunakan jasa Diebold Inc baik melalui Diebold Indonesia untuk pengadaan mesin ATM bank pelat merah ini.

Dia bilang, dalam melakukan pengadaan mesin ATM, BRI juga mempertimbangkan mengenai penilaian teknis, harga, maupun service. "Kami sudah lama tidak menggunakan jasa Diebold. Pengadaan mesin ATM dari Diebold pasti sebelum tahun 2005. Mudah-mudahan kami selamat dari (kasus) ini," ujar Sofyan di Gedung BRI, Jakarta, Rabu (23/10). Karena itu, Sofyan mengaku siap, jika sewaktu-waktu pengawas industri perbankan dalam hal ini Bank Indonesia melakukan pemanggilan sekaligus untuk meminta audit BRI.

Menurutnya, hal itu harus dilakukan oleh BI, agar dugaan kasus tindakan suap pengadaan mesin ATM dapat diselesaikan dengan baik. "Silakan (BI memanggil BRI). Itu harus, supaya semuanya clear," ucap Sofyan. Menurutnya, industri perbankan tidak terlepas dari penggunaan teknologi, seperti mesin ATM. Oleh karena itu, pemahaman dalam bidang teknologi harus dikuasai industri perbankan Indonesia dengan baik.

Ia berani menjamin, jika ada kunjungan yang dilakukan oleh pejabat BRI, maka fasilitas itu seluruhnya dibayar oleh BRI.

"Jika ada staf kami yang diundang oleh Diebold, maka kami bayar seluruh fasilitasnya. Karena bisa saja ada kunjungan untuk melihat perusahaan yang bersangkutan. Kami harus mengetahui pabrik penunjang dan sebagainya. Seluruh fasilitas itu, biaya BRI sendiri. Itu kebijakan kami," tandas Sofyan.

Mandiri catat rekor bersama Diebold

Cerita berbeda datang dari Bank Mandiri. Hingga Agustus 2013, bank dengan logo pita emas itu tercatat memiliki 11.454 ATM. Dari jumlah itu, 10.077 unit adalah mesin ATM tunai, 38 ATM Drive Thru, 43 Mobile, 1.000 ATM non tunai, dan 296 unit ATM setoran tunai. Memang belum ada rincian, berapa jumlah ATM Mandiri yang menggunakan Diebold. Tapi, Bank Mandiri pernah menerima rekor dari Museum Rekor Dunia Indonesia (MURI) karena berhasil memasang 1.421 ATM dalam waktu satu bulan. Pemasangan ATM yang tersebar di 31 provinsi tersebut bahkan merupakan hasil kerja sama dengan Diebold yang digelar pada Juni 2013.

Mandiri telah mengeluarkan investasi Rp 111 miliar untuk membeli 1.500 ATM di tahun ini. Mesin ATM ini terdiri dari berbagai jenis seperti ATM tunai, mobile, setoran tunai, dan drive thru.

Transaksi di ATM Mandiri pada periode Januari-Juni 2013 mencapai 442 juta transaksi. Jumlah itu naik 12% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebanyak 394 juta transaksi.

Atas dugaan suap tersebut, Nixon LP Napitupulu, Sekretaris Korporasi Bank Mandiri, mengklaim pengadaan ATM di  Mandiri selalu transparan, melalui sistem lelang.

Nixon mengatakan, Mandiri belum melakukan audit internal. Namun, ia yakin, seluruh proses pengadaan di Mandiri selalu terjaga dari sisi governance. "Kami akan meneliti berita itu," kata Nixon.

Eks Dirut dan sekarang Gubernur BI

Direktur Utama Bank Mandiri periode 2005-2010 Agus D.W. Martowardojo yang sekarang menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia memberikan komentar terkait pengadaan mesin ATM dari Diebold.

Menurut Agus, kasus dugaan suap dalam pengadaan mesin ATM dari produsen asal Ohio, AS ini, mungkin saja terjadi di Indonesia. Sebab, tercatat bank BUMN banyak yang menggunakan mesin ATM dari Diebold. "Ini bisa sekali terjadi. Kami tetap berprasangka baik. Namun kami tetap minta penjelasan bank dan meminta mereka bisa merespon hal ini," kata Agus di Hotel Le Meridien, Jakarta, Kamis (24/10).

Ia juga membenarkan bahwa dirinya berkarier di bank pelat merah pada 1998-2002 dan menjabat sebagai Direktur Utama Bank Mandiri pada 2005-2010. "Jadi kalau yang terkait dengan transaksi ini, tentu harus dilihat. Saya meyakini sistem yang ada, sistem procurement yang ada dilakukan dengan baik dan tertib, tapi harus dilihat secara lebih rinci bagaimana background-nya," ujar Agus Martowardojo di Hotel Le Meridien, Jakarta, Kamis (24/10). Agus melanjutkan, meski telah ada putusan hukum atas kasus suap Diebold di AS, namun dirinya belum dapat memberikan tanggapan apakah masalah ini juga menjadi kasus hukum di Indonesia.

Tanpa menyatakan kesiapannya jika harus diusut, menurutnya, yang terpenting adalah industri perbankan Indonesia dan juga bank sentral Indonesia harus segera menindaklanjuti hal ini sampai menemukan kebenaran.

"Apakah memang terjadi tindakan gratifikasi, penyogokan atau apa, tentu harus dilihat kasusnya dan juga siapa saja bank-banknya. Jadi saya rasa perlu ada pendalaman di masing-masing bank dan lembaga independen di masing-masing bank seperti di satuan audit atau direktur compliance (kepatuhan)," ucap Agus.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: