KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah memastikan skema baru penyaluran subsidi bahan bakar minyak (BBM) akan diterapkan mulai tahun depan. Namun, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengingatkan pentingnya memastikan skema ini berjalan dengan baik, terutama terkait mekanisme dan sinkronisasi data. Baca Juga: Realisasi Anggaran Subsidi dan Kompensasi Energi Capai Rp 333,6 Triliun per November
Bhima menyoroti bahwa perubahan skema subsidi BBM menjadi bantuan langsung tunai (BLT) membutuhkan perhatian khusus. "Yang harus dipastikan, sebelumnya misalnya ojol (ojek online) itu dianggap berhak mendapatkan BBM subsidi karena tergolong UMKM," ujar Bhima kepada Kontan.co.id, Rabu (11/12). Ia mempertanyakan bagaimana dengan 64 juta unit UMKM lainnya jika skema subsidi berubah menjadi BLT. Menurutnya, UMKM, terutama yang bergerak di sektor logistik, transportasi, serta jasa pengantaran makanan dan minuman, juga berhak menerima subsidi BBM. "Jadi harus dipastikan bahwa ini tidak hanya berlaku pada satu segmen saja, tapi juga mencakup seluruh masyarakat dan pelaku usaha ultra mikro hingga mikro yang membutuhkan BBM subsidi," tambah Bhima. Baca Juga: Kemenkeu Beberkan Rencana Penyaluran BBM Subsidi Jadi BLT di 2025 Lebih lanjut, Bhima menekankan bahwa penyaluran subsidi BBM harus tepat sasaran, tidak hanya berdasarkan kategori miskin tetapi juga klasifikasi kebutuhan. Ia mencontohkan pentingnya memastikan penggunaan dana BLT agar relevan dengan tujuan subsidi. "Apakah BLT digunakan untuk membeli transportasi, cicilan utang, atau hal-hal lain yang tidak relevan dengan kompensasi perubahan penyaluran subsidi BBM?" ujarnya. Bhima juga mengingatkan bahwa BLT bersifat temporer, sementara perubahan subsidi BBM berpotensi memicu inflasi yang lebih tinggi. Meski ia mengapresiasi upaya pemerintah untuk mengurangi impor BBM, menghemat devisa negara, dan mengurangi defisit APBN, Bhima menekankan pentingnya melakukan uji coba sebelum kebijakan ini diterapkan secara nasional.