KONTAN.CO.ID - SURAKARTA.
Skema Coordination of Benefit (CoB) atau Koordinasi Antar Penyelenggara Jaminan (KAPJ) dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sudah mulai berlaku sejak Juli lalu. Meski tidak menyebutkan spesifik perkembangan jumlah peserta dengan skema CoB ini, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ghufron Mukti menjelaskan pelaksanaan CoB sudah diterapkan di sejumlah fasilitas layanan kesehatan bahkan sebelum aturan resmi berlaku. "Ini sudah jalan, bahkan sebelum Juli kemarin itu sudah jalan," jelas Ghufron kepada awak media di RSJD Arief Zainudin Surakarta, Selasa (16/9/2025).
Baca Juga: BPJS Watch Dorong Revisi Perpres 82/2018 Soal Iuran Kesehatan Suami Istri Ia menyebut, skema ini memberi kesempatan bagi peserta JKN-KIS kelas 1 dan kelas 2 untuk meningkatkan layanan kesehatan mereka dengan menambah biaya sendiri dari perusahaan tempat bekerja atau dari asuransi tambahan. Menurut Ghufron, peserta dapat memanfaatkan skema ini untuk naik kelas perawatan, termasuk mengakses layanan eksekutif atau kamar VIP. "BPJS memberikan kesempatan orang yang kelas 2, kelas 1, itu boleh. Itu bisa mendapatkan layanan eksekutif, dirawat jalan. Kalau dia kelas 1, mau ke VIP, boleh juga. Dan itu sudah berlaku," ujarnya. Tambahan biaya yang dikenakan maksimal sebesar Rp 400.000. Ghufron menekankan pentingnya kerja sama yang saling menguntungkan antara BPJS, peserta, perusahaan, dan asuransi tambahan. "Harus kerjasama itu
win-win solution. Jadi tidak boleh
win-lose atau
lose-lose apalagi. Jadi harus
win-win, diuntungkan masyarakat kita, BPJS juga untung, asuransi komersial atau tambahan juga untung," katanya. Lebih lanjut, Ghufron menjelaskan konsep
cost sharing yang menjadi dasar dari skema CoB ini. "Namanya, kalau orang
on the point of services, jadi waktu mendapatkan pelayanan, dia keluar dari uang saku itu namanya
cost sharing," terangnya. Menurutnya, bentuk
cost sharing beragam. Ada
co-insurance umum seperti yang diterapkan di Australia dan Inggris. Ada juga
co-payment, yakni peserta membayar sejumlah nominal tertentu setiap kali mendapatkan pelayanan. Selain itu, ada pula deductible, yaitu peserta harus menanggung biaya hingga jumlah tertentu sebelum asuransi mulai menanggung sisanya. "Indonesia belum umumnya ya, secara resmi, karena masyarakat belum siap," kata Ghufron, menyebut bahwa implementasi co-insurance di Indonesia perlu disiapkan secara bertahap agar bisa diterima publik.
Baca Juga: Kenapa WNA Bisa Terdaftar BPJS Kesehatan? Ini Penjelasan Lengkapnya Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News