Skema kemitraan ritel temui jalan terjal



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Upaya pemerintah mendorong pola kemitraan peritel modern dengan pedagang kecil atau warung kelontong menghadapi jalan buntu. Sampai saat ini, pemain ritel modern dan pedagang tradisional belum satu suara mengenai model kemitraan modern dan peritel tradisional.

Jalaran itulah, pembahasan payung hukum kemitraan ritel modern dan ritel tradisional berjalan lambat dan bakal molor. Padahal, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menargetkan pembahasan aturan kemitraan tersebut bisa kelar Oktober 2017.

Menurut Budi Santoso, Direktur Bina Usaha dan Pelaku Distribusi Kementerian Perdagangan kepada KONTAN, Minggu (22/10), sedianya aturan ini bertujuan melindungi omzet bisnis pasar dan warung tradisional dari ekspansi ritel modern hingga ke pelosok daerah. Salah satu poinnya adalah mewajibkan peritel modern jadi pemasok barang bagi warung tradisional. Tujuannya agar peritel tradisional bisa berjualan dengan harga sama dengan ritel modern.


Tapi, Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) menolak pola kemitraan ini karena bisa merugikan pasar tradisional. Apalagi APPSI merasa tak dilibatkan dalam pembahasan aturan. "Kami belum diajak bicara," kata Ngadiran, Ketua Umum APPSI, kemarin.

Ngadiran menuding beleid ini sebagai kebijakan pro-ritel modern, lantaran memicu penguasaan jalur distribusi makin luas. Ia menyarankan pemerintah fokus mengembangkan koperasi pasar agar menjaga kelangsungan hidup pasar tradisional.

Pelaku industri ritel modern sejatinya menyambut positif upaya ini. Tapi, mereka menunggu aturannya sebagai jaminan kepastian hukum. Juga, "Selama menguntungkan," ujar Tutum Rahanta, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia.

Gondo Sudjoni NH, Marketing Communication Executive Director PT Indomarco Prismatama, pengelola gerai Indomart menyatakan telah memasok barang ke pedagang dengan radius 5 km-10 km dari gerai lewat Indogrosir.

Begitu juga PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk, pengelola gerai Alfarmart. Menurut Nur Rachman, GM Corporate Communications Suber Alfaria, saat ini peritel modern masih menunggu kepastian perbankan yang menyalurkan kredit bagi warung mitra.

Peritel lain juga setuju menjadi pemasok warung, asalkan ada payung hukum kuat, plus ada trading term khusus dengan produsen maupun membebaskan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Sebab, menurut Satria Hamid, GM Corporate Communications Trans Retail Indonesia, tanpa itu, sulit menjual barang dengan harga jual normal tanpa margin. Vice President PT Lion Superindo, Wirawan Winarto juga berharap ada solusi maslah ini. "Sebab model bisnis kami berbeda," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini