Skema Pembiayaan Cost Overrun Proyek KCJB Berpotensi Bebani KAI, Ini Kata Ekonom



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebut skema pembiayaan untuk menutupi pembengkakan biaya atau cost overrun proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) garapan PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) berpotensi membebani keuangan PT Kereta Api Indonesia (KAI) selaku konsorsium.

Terkait itu, Ekonom Indef Rizal Taufikurahman mengatakan sudah memperingatkan sejak awal agar proyek tersebut jangan sampai menjadi beban negara.

“Sedari awal sudah kami sampaikan dan prediksikan bahwa proyek KCIC ini akan memberikan beban negara. Tidak hanya fiskal yang terbebani tetapi juga pengelola konsorsiumnya, terutama PT KAI,” ujar dia kepada Kontan, Kamis (22/6).


Baca Juga: Perjalanan Jakarta-Bandung dengan Kereta Cepat Ditempuh Hanya dalam Waktu 20 menit

“Utang proyek KCIC akan berpotensi besar terhadap pengelolaan keuangan perusahaan. Bahkan proporsi KAI dalam konsorsium proyek tersebut sebesar 25%,” tandasnya.

Sehingga keterlibatan KAI yang sebesar 25% itu akan sangat beresiko bagi perusahaan dalam mengelola sustainability finance-nya.

Selain sisi pembangunan, Rizal bilang yang akan memakan banyak anggaran dalam proyek tersebut adalah sisi operasional, sebab masih banyak tantangan yang akan dihadapi ke depan.

Namun, tidak hanya beban operasional, Rizal menilai pengelolaan investasi dari proyek ini juga akan menjadi bagian tersulit, sebab kemungkinan Return of investment (RoI) dari sini akan sangat lama.

Ia mendukung pernyataan BPK terkait hal itu karena menurutnya badan tersebut sudah melakukan pemeriksaan yang berbasis data valid, terutama berdasarkan laporan keuangan, termasuk risiko utang di dalamnya.

Baca Juga: Uji Coba KCJB Mampu Menembus Kecepatan Hingga 300 Km/Jam dengan Sangat Stabil

Sebelumnya, Indonesia dan China pada 12 Februari 2023 menyepakati konsorsium Indonesia akan menanggung 60% dari biaya pembangunan kereta cepat sekitar Rp 11,28 triliun.

Pendanaan atas beban cost overrun yang jadi milik Indonesia itu akan diperoleh melalui dua sumber. Pertama, melalui porsi ekuitas sebesar 25% dari total biaya, yakni Rp 2,82 triliun. Kedua, melalui pinjaman sekitar 75% dari total biaya atau senilai Rp 8,46 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli