Skema Power Wheeling Bisa Tingkatkan Pemanfaatan EBT di Wilayah Industri



KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mendorong skema power wheeling dapat dilaksanakan untuk meningkatkan pemanfaatan energi baru terbarukan di Indonesia, khususnya di daerah industri yang konsumsi listriknya besar. 

Power wheeling merujuk kepada mekanisme yang memperbolehkan pihak swasta atau Independent Power Producer (IPP) untuk membangun pembangkit listrik dan menjual secara langsung terhadap masyarakat melalui jaringan transmisi PLN.

Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM, Dadan Kusdiana menyatakan pihaknya berpandangan skema power wheeling dapat mempercepat penyediaan energi bersih. Terutama untuk kebutuhan industri yang memang sekarang dituntut dalam proses produksinya menurunkan carbon footprint (emisi CO2). 


“Jadi prioritas pengembangannya pada daerah-daerah industri atau perusahaan yang konsumsi listriknya besar,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (24/1). 

Baca Juga: Target Bauran Energi Primer EBT Direvisi, Turun Menjadi 17%-19% pada Tahun 2025

Dadan belum bisa memastikan skema power wheeling masuk ke dalam Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (UU EBET).

Namun sebelumnya Menteri ESDM sudah mengusulkan dalam Raker Komisi VII DPR RI bahwa skema penggunaan jaringan transmisi bersama ini memprioritaskan pemegang wilayah usaha yakni PLN dan yang lainnya dalam penyediaan energi bersih. 

Tentu dalam pelaksanaannya nanti, akan ada kondisi yang dipersyaratkan sebelum menggunakan skema power wheeling. 

Menteri ESDM Ariifn Tasrif menjelaskan, pemegang wilayah usaha harus memenuhi kebutuhan konsumen atas listrik yang bersumber dari energi baru dan energi terbarukan (EBET). 

Mekanisme jika pemegang wilayah usaha tidak bisa memenuhi kebutuhan konsumen, maka konsumen dapat diberikan pasokan listrik melalui point to point, kerja sama pemanfaatan (sewa) aset pembangkit, atau perjanjian jual beli listrik (PJBL) dengan pemegang wilayah usaha lainnya. 

Mekanisme yang dimaksud dilakukan melalui power wheeling. 

Adapun untuk pelaksanaan power wheeling, wajib dibuka akses penyaluran listrik dari sumber EBET dengan mengenakan biaya yang diatur oleh pemerintah. Dengan syarat tetap menjaga dan memperhatikan keandalan sistem, kualitas pelayanan pelanggan, dan keekonomian dari pemegang izin usaha transmisi dan distribusi tenaga listrik. 

Arifin menegaskan, pemerintah akan melakukan pengawasan supaya mekanisme ini bisa berjalan tanpa memberikan dampak tambahan pada PLN. 

“Tanpa adanya akses (penggunaan transmisi bersama) ini, kemungkinan sulit bisa mendapatkan percepatan bauran energi baru terbarukan dalam sistem. Jadi tidak semuanya bisa disediakan satu pihak. Perlu kerja sama dengan seluruh pihak yang perlu berinvestasi,” ujarnya belum lama ini.

Menurut Arifin, banyak manfaat yang dapat dirasakan dengan penggunaan jaringan transmisi dan distribusi bersama. 

Pertama, terbukanya akses energi bersih yang lebih luas kepada industri manufaktur dalam negeri sehingga dapat meningkatkan daya saing produk Indonesia di kancah global. 

Seperti diketahui, saat ini sejumlah negara tujuan ekspor mulai menerapkan peraturan yang menjadikan faktor emisi sebagai salah satu variabel untuk memasuki pasar mereka. Misalnya saja di Uni Eropa yang mengenakan pajak lebih tinggi untuk produk yang menghasilkan emisi lebih tinggi dalam proses produksinya. 

Kedua, skema power wheeling dapat mendorong efisiensi konsumsi energi di dalam negeri. 

Ia memberikan gambaran, saat ini industri di Sumatra Utara masih menggunakan gas alam cair (LNG) dari Papua. Biaya logistik yang jauh ini tentu memberikan tambahan biaya bagi industri di sana. 

Namun akan berbeda cerita jika sumber listrik berupa PLTA di sekitar Sumatra Utara dapat digunakan dan masuk ke dalam jaringan transmisi di sana. Kalau ini dilakukan,  kebutuhan energi di Sumatra Utara dapat dipenuhi secara mandiri dan tidak perlu lagi bergantung gas dari Papua. 

Baca Juga: Kementerian ESDM Kejar Target Penyelesaian Undang-Undang EBET

Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN), Djoko Siswanto menjelaskan, pihaknya mengusulkan agar skema power wheeling bisa saling menguntungkan. 

“Jadi di dalam aturan kami usulkan kata-katanya bukan ditolak atau diterima, tetapi dapat. Dapat dilakukan tergantung kebutuhan artinya ketika saling menguntungkan ya sudah bisa digunakan,” ujarnya. 

Maka itu, swasta juga bisa membangun transmisi jika jaringannya belum ada. Pun nanti PLN dapat menggunakan jaringan listrik itu bersama dengan adanya biaya sewa (toll fee). 

Adapun perihal biaya sewa jaringan ini, lanjut Djoko, akan diatur di dalam peraturan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dalam aturan turunan yang bisa berbentuk Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Presiden (Perpres) atau Peraturan Menteri (Permen) atau justru aturan PLN. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat