KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana implementasi skema
power wheeling dalam Rancangan Undang-Undang tentang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBT) dikhawatirkan memberi dampak pada kerugian negara. Anggota Komisi VII DPR RI Yulian Gunhar mengatakan, skema
power wheeling akan membuat pembangkit swasta bebas menjual listrik langsung kepada konsumen di mana pun, melalui jaringan transmisi dan distribusi PLN. “Sedangkan PLN hanya mendapatkan
toll fee (biaya angkut) saja,” kata Gunhar dalam keterangan resmi, Selasa (24/1).
Baca Juga: Soal Dicabutnya Power Wheeling dalam DIM RUU EBET, Ini Penjelasan Menteri ESDM Gunhar menilai skema
power wheeling tidak perlu dimuat dalam RUU EBT yang dibahas Komisi VII DPR RI bersama pemerintah. Menurutnya, skema itu akan sangat berbau liberalisasi PLN dan hanya akan menguntungkan pembangkit swasta. Menurutnya, jika skema
power wheeling dimasukkan dalam pembahasan RUU EBT, maka akan menimbulkan sejumlah kerugian keuangan negara. Sebab, PLN akan wajib membeli listrik yang diproduksi pembangkit swasta, walau dalam kondisi
over supply. “PLN harus menanggung beban
Take or Pay (ToP) jika listrik yang disediakan swasta tidak terserap atau
over supply. Di mana setiap tambahan pembangkit sebesar 1 GW akan mengakibatkan tambahan beban ToP rata-rata sebesar Rp 2,99 triliun,” ungkap Gunhar. Gunhar menambahkan, beban terhadap keuangan negara tersebut akan mengurangi kemampuan untuk mengaliri listrik ke berbagai wilayah terpencil yang saat ini belum terjangkau listrik. “Saat ini yang sangat prioritas dibutuhkan rakyat adalah mengaliri listrik ke daerah terpencil, serta kondisi
over supply listrik yang biayanya ditanggung negara, bukan skema
power wheeling,” kata Gunhar.
Baca Juga: Sejumlah Pelaku Usaha Kecewa Skema Power Wheeling Dicabut dari DIM RUU EBET Gunhar melanjutkan, jika klausul tersebut diloloskan maka sejatinya melanggar Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan dan juga putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait
unbundling yang sudah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) karena bertentangan dengan UUD 1945. “
Power wheeling pada dasarnya bentuk liberalisasi PLN, bertentangan dengan UUD 1945 yang mengamanatkan kekayaan negara harus dimanfaatkan sebesar besarnya untuk masyarakat. Sehingga aset pemerintah berupa transmisi dan jaringan distribusi sejatinya tidak bisa dikomersialisasikan,” pungkas Gunhar. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .