Skema restrukturisasi AJB Bumiputera masih rentan



JAKARTA. Proses restrukturisasi Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 (AJBB) masih berlangsung. Di tengah proses tersebut, sejumlah pengelola Statuter AJBB mengundurkan diri lantaran tak setuju skema restrukturisasi.

Salah satunya, Dirman Pardosi yang resmi mundur 2 Januari lalu. Ia menilai, skema restrukturisasi AJBB sekarang rentan mengganggu pembayaran kewajiban ke pemegang polis lantaran skema transaksi tidak memakai uang tunai.

Dirman menjelaskan, awalnya skema penyelamatan AJBB berupa penawaran penjualan AJBB senilai Rp 13 triliun. Terdiri dari aset properti Rp 6,5 triliun dan operasional asuransi Rp 6,5 triliun. Tapi kemudian diputuskan, dari nilai penjualan Rp 13 triliun itu, pembayaran aset properti yang dibayar secara cash cuma Rp 1 triliun dan sisanya Rp 5,5 triliun itu dengan cicilan yang dibayar pada tahun ketiga.


Begitu juga biaya operasional Rp 6,5 triliun dilakukan dengan cara mencicil. Artinya, AJBB hanya punya uang Rp 1 triliun. "Dari sini terjadi beda pendapat pengelola statuter. Saya mau skema penjualan Rp 13 triliun itu harus cash. Itu masih cukup kami run off," kata Dirman Rabu (11/1).

Masalah tambah rumit, karena konsultan mencatat nilai aset properti AJBB  lebih rendah dari Rp 6,5 triliun yakni hanya Rp 4,3 triliun. Sebabnya, konsultan hanya mengambil aset properti AJBB yang potensial di kawasan Depok, Kebayoran Baru, Setia Bumi, Buncit dan Sudirman.  

Kata Dirman, skema penyelamatan AJBB dengan penjualan dengan cara dicicil berisiko. Hitungan dia, sisa aset finansial AJBB sekitar Rp 5,6 triliun setelah ada pengurangan pembayaran kewajiban. Plus, premi yang masuk sekitar Rp 2,4 triliun dan Rp 1 triliun dari aset properti yang telah dijual. Itu tidak akan cukup membayar klaim Rp 5,5 triliun per tahun. "Hitungan saya dua tahun masih aman untuk membayar kewajiban. Namun tahun ketiga akan kesulitan," ujar Dirman.

Adhie Massardi, Pengelola Statuter AJB bidang SDM, Umum, dan komunikasi menegaskan pemenuhan kewajiban kepada nasabah merupakan prioritas. Terutama selama periode berat yakni dalam lima tahun ke depan.

Dia mengakui memang hingga 2021 rata-rata defisit yang ditanggung tiap tahun bisa mencapai Rp 2,1 triliun sampai Rp 2,5 triliun. "Tapi setelah itu turun," katanya. Selain dari premi lanjutan, AJBB juga akan mendapatkan setoran profit sharing dari PT Asuransi Jiwa Bumiputera setidaknya 12 ke depan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini