JAKARTA. Pemerintah membuat dua skenario defisit anggaran dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan (RAPBN-P) tahun 2017. Hal tersebut dipengaruhi oleh penyerapan pada belanja kementerian atau lembaga (K/L), dana alokasi khusus (DAK), dan dana desa. Dalam nota keuangan yang disampaikan pemerintah kepada DPR, pemerintah mematok defisit anggaran dalam RAPBN-P nyaris mencapai batas Undang-Undang Keuangan Negara sebesar 3% dari produk domstik bruto (PDB), yaitu Rp 397,2 triliun atau 2,92% dari PDB. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, pemerintah memperkirakan penyerapan anggaran belanja tidak akan terjadi 100%. Dengan telah memperhitungkan anggaran yang tidak terserap secara alamiah, defisit anggaran tahun ini diperkirakan mencapai Rp 362,9 triliun atau 2,67% dari PDB.
Dari sisi penerimaan negara, penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) juga mengalami perubahan. Darmin menjelaskan, target penerimaan perpajakan tahun ini sebesar Rp 1.498,9 triliun, tumbuh 16% dibanding realisasi tahun 2016 sulit dicapai. Sebab, realisasi hingga semester pertama tahun ini hanya mencapai 9,6%
year on year (YoY). "Dari situasi itu, pemerintah akan mengajukan bahwa untuk RAPBN-P pertumbuhan penerimaan perpajakan 12,9%. Itu berarti turun Rp 50 triliun," kata Darmin saat rapat dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR, Kamis (6/7). Perkiraan shortfall penerimaan perpajakan tersebut jauh lebih rendah dibandingkan realisasi shortfall penerimaan perpajakan tahun 2016 yang mencapai Rp 254,2 triliun. Padahal di tahun lalu masih ada kebijakan amnesti pajak. Dengan demikian, pemerintah mengajukan target penerimaan perpajakan dalam RAPBN-P 2017 sebesar Rp 1.450,9 triliun. Sementara itu, target penerimaan negara bukan pajak (PNBP) diusulkan naik menjadi Rp 10,1 triliun menjadi Rp 260,1 triliun dalam RAPBN-P 2017. Kenaikan itu didorong oleh kenaikan PNBP sumberdaya alam (SDA) migas karena kenaikan harga minyak dan perubahan asumsi kurs rupiah terhadap dollar AS. Dengan demikian, total penerimaan negara yang diusulan dalam RAPBN-P 2017 Rp 1.714,1 triliun, turun Rp 36,2 triliun. Dari sisi belanja negara, hampir seluruh pos anggaran mengalami perubahan dalam RAPBN-P 2017, mulai dari anggaran belanja pemerintah pusat hingga transfer ke daerah. Kecuali dana desa yang tetap. Belanja K/L diusulkan naik Rp 9,5 triliun karena adanya penghematan belanja barang, tambahan belanja prioritas K/L). Sementara belanja non K/L naik Rp 26,5 triliun karena kenaikan anggaran subsidi, hibah, dan belanja lain-lain. Pos anggaran dana transfer daerah dan dana desa diusulkan turun Rp 5,1 triliun lantaran penurunan dana alokasi umum (DAU) sejalan dengan perubahan pendapatan negara (DAU bersifat tidak final), peningkatan dana bagi hasil (DBH), peningkatan dana alokasi khusus fisik (DAK), dan penurunan dana otonomi khusus. Sehingga total belanja negara yang diusulkan dalam RAPBN-P 2017 naik Rp 30,9 triliun menjadi Rp 2.111,4 triliun. Namun, pemerintah memperkirakan adanya anggaran yang tidak terserap secara alamiah, diantaranya anggaran belanja K/L 3%-4% dari pagu, dana alokasi khusus (DAK) 5% dari pagu, dan dana desa 3% dari pagu sehingga realisasi total belanja negara tahun ini diperkirakan hanya mencapai Rp 2.077 triliun.
Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kementerian Keuangan (Kemkeu) Askolani meyakini, defisit anggaran 2017 yang realistis adalah sebesar 2,67% dari PDB karena penyerapan anggaran tidak akan mencapai 100% dari pagu. "Kami akan optimalkan potensi pendapatan, tergantung perkembangan harga minyak, dan kami akan kendalikan belanja-belanja yang tidak urgent bisa tetap dikendalikan selama tidak menganggu program pembangunan," kata Askolani. Skenario terburuk, defisit anggaran RAPBN-P 2017 nyaris 3% dari PDB Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Sanny Cicilia