JAKARTA. Jumlah pemilih muda dengan rentang usia 17-25 tahun yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap mencapai 53 juta orang atau hampir 30 persen dari keseluruhan pemilih tetap pada Pemilu 2014. Namun, lebih dari separuh jumlah itu diperkirakan tidak akan menggunakan hak suaranya pada Pemilu Legislatif 9 April 2014.Demikian kesimpulan survei oleh Universitas Siswa Bangsa Internasional. Survei bertema "Political Marketing: Exploring Student's Aspiration and Intention to Vote" itu menunjukkan sebanyak 53,23 persen responden menyatakan absen menggunakan hak suara atau golongan putih (golput)."Rendahnya minat pemilihan ini mengkhawatirkan. Anak muda lebih cenderung menyukai dunia bisnis daripada berminat pada politik," kata Dekan Fakultas Bisnis USBI Adler H Manurung dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (4/4/2014).Menurut Adler, pemilih muda cenderung menganggap partai politik tidak melakukan apa pun untuk negara dalam berbagai bidang isu. Ada delapan bidang isu yang dijadikan poin penilaian, yakni ekonomi, politik, hukum, sosial, keamanan, pendidikan, teknologi, dan kebudayaan. Dalam isu ekonomi, sebesar 24,6 persen responden menganggap tidak ada parpol yang mampu mengatasi permasalahan ekonomi.Tentang isu politik, sebanyak 43,62 persen responden menilai parpol tidak mampu menangani problematika politik. Parpol juga dinilai tidak dapat menegakkan sistem hukum yang baik (47,43 persen), dianggap gagal memperbaiki masalah sosial (45,72 persen), kurang memedulikan permasalahan keamanan (50,3 persen), tidak berupaya memperbaiki pendidikan (47,37 persen), tidak berusaha meningkatkan kemampuan teknologi (54,55 persen), dan kurang perhatian pada kebudayaan (46 persen).Jika pemilih muda mempertahankan sikap skeptis ini, kata Adler, maka mereka akan melakukan hal yang sama pada sistem demokrasi berikutnya. "Studi memperlihatkan, kalau kita pertama enggak milih, seterusnya malah enggak milih. Mikirnya, 'Ah, enggak rugi ini'. Jadi tidak tertantang untuk lakukan pemilihan berikutnya," kata Adler.Untuk menekan angka golput pada pemilih muda, Adler menyarankan, keluarga harus mendorong muda-mudi untuk memilih dan memberikan pendidikan kewarganegaraan yang baik. "Taruh perhatian besar juga kepada mereka dengan melibatkan pada aktivitas politik, sering ajak diskusi," ujarnya.Survei ini dilakukan oleh USBI dalam kurun Februari-Maret 2014. Sampel penelitiannya sebanyak 1.039 responden yang merupakan siswa SMA dan mahasiswa Jabodetabek dengan rentang usia 17-25 tahun. Tingkat kepercayaan dalam survei ini sebesar 95 persen dengan margin of error 3 persen. Pendanaan survei ini sepenuhnya berasal dari USBI. (Ambaranie Nadia Kemala Movanita)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Skeptis, mayoritas pemilih muda berpotensi golput
JAKARTA. Jumlah pemilih muda dengan rentang usia 17-25 tahun yang terdaftar dalam daftar pemilih tetap mencapai 53 juta orang atau hampir 30 persen dari keseluruhan pemilih tetap pada Pemilu 2014. Namun, lebih dari separuh jumlah itu diperkirakan tidak akan menggunakan hak suaranya pada Pemilu Legislatif 9 April 2014.Demikian kesimpulan survei oleh Universitas Siswa Bangsa Internasional. Survei bertema "Political Marketing: Exploring Student's Aspiration and Intention to Vote" itu menunjukkan sebanyak 53,23 persen responden menyatakan absen menggunakan hak suara atau golongan putih (golput)."Rendahnya minat pemilihan ini mengkhawatirkan. Anak muda lebih cenderung menyukai dunia bisnis daripada berminat pada politik," kata Dekan Fakultas Bisnis USBI Adler H Manurung dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (4/4/2014).Menurut Adler, pemilih muda cenderung menganggap partai politik tidak melakukan apa pun untuk negara dalam berbagai bidang isu. Ada delapan bidang isu yang dijadikan poin penilaian, yakni ekonomi, politik, hukum, sosial, keamanan, pendidikan, teknologi, dan kebudayaan. Dalam isu ekonomi, sebesar 24,6 persen responden menganggap tidak ada parpol yang mampu mengatasi permasalahan ekonomi.Tentang isu politik, sebanyak 43,62 persen responden menilai parpol tidak mampu menangani problematika politik. Parpol juga dinilai tidak dapat menegakkan sistem hukum yang baik (47,43 persen), dianggap gagal memperbaiki masalah sosial (45,72 persen), kurang memedulikan permasalahan keamanan (50,3 persen), tidak berupaya memperbaiki pendidikan (47,37 persen), tidak berusaha meningkatkan kemampuan teknologi (54,55 persen), dan kurang perhatian pada kebudayaan (46 persen).Jika pemilih muda mempertahankan sikap skeptis ini, kata Adler, maka mereka akan melakukan hal yang sama pada sistem demokrasi berikutnya. "Studi memperlihatkan, kalau kita pertama enggak milih, seterusnya malah enggak milih. Mikirnya, 'Ah, enggak rugi ini'. Jadi tidak tertantang untuk lakukan pemilihan berikutnya," kata Adler.Untuk menekan angka golput pada pemilih muda, Adler menyarankan, keluarga harus mendorong muda-mudi untuk memilih dan memberikan pendidikan kewarganegaraan yang baik. "Taruh perhatian besar juga kepada mereka dengan melibatkan pada aktivitas politik, sering ajak diskusi," ujarnya.Survei ini dilakukan oleh USBI dalam kurun Februari-Maret 2014. Sampel penelitiannya sebanyak 1.039 responden yang merupakan siswa SMA dan mahasiswa Jabodetabek dengan rentang usia 17-25 tahun. Tingkat kepercayaan dalam survei ini sebesar 95 persen dengan margin of error 3 persen. Pendanaan survei ini sepenuhnya berasal dari USBI. (Ambaranie Nadia Kemala Movanita)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News