SKK Migas akan dilebur masuk holding migas



JAKARTA. Nasib Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) bak di ujung tanduk. Institusi ini berpeluang hilang dari peredaran dan tak bergigi lagi di industri migas Tanah Air.

Maklum, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengusulkan pembubaran SKK Migas dalam draf revisi UU Migas. Sebagai gantinya, eks SKK Migas akan masuk ke dalam struktur holding (induk usaha) Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Khusus Migas.

Komisi VII DPR yang membidangi migas, sudah mengusulkan rencana itu dalam rancangan revisi UU Migas yang baru. Menurut Ketua Komisi VII DPR, Gus Irawan Pasaribu, UU Migas hasil revisi akan menempatkan Pertamina sebagai National oil Company (NOC), serta menjadi payung pembentukan BUMN Khusus Migas.


BUMN Khusus Migas ini merupakan holding dari BUMN Migas yang sedang dibentuk oleh pemerintah. "BUMN Khusus Migas akan  membawahi BUMN yang membidangi bisnis migas mulai dari hulu hingga hilir," ungkapnya, akhir pekan lalu.

Sebagai catatan, Revisi UU Migas ini merupakan inisiatif DPR. Penyusunan revisi UU Migas berdasarkan pada Panitia Angket BBM DPR yang diketok sekitar Juli 2009.

Gus Irawan menyebutkan, setidaknya ada empat BUMN yang di bawah BUMN khusus, Pertama,  BUMN Hulu Mandiri yang beroperasi di bisnis hulu migas. Kedua,  BUMN Hulu Kerjasama yang akan menjalankan tugas-tugas seperti SKK Migas saat ini.

Ketiga, BUMN khusus hilir minyak. Keempat, BUMN hilir gas. "Semuanya berada dalam koordinasi BUMN Khusus Migas. Ini inisiatif dari DPR," tandasnya.

Dengan skema tersebut, Gus Irawan yakin, posisi Pertamina sebagai NOC. Sebab, posisi Pertamina akan tidak sama dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).  "Sekarang kan sama, Pertamina mau blok migas mana, harus  ikut tender. Nanti tidak lagi. Intinya ada penguatan ke NOC kita. Dalam UU Migas yang baru, kuasa pertambangan ada di badan usaha khusus,  dan pelaksananya BUMN-BUMN khusus itu," katanya.

Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar menyatakan, pembahasan mengenai status  dan kelanjutan SKK Migas masih jauh dan belum mengerucut pada satu pilihan. "Dari dulu sudah banyak opsi, mau terpisah atau mau digabung. Di dunia ini dua opsi itu. Ada yang sukses dua duanya, dipisah dan digabung, ada juga yang tidak," kata Arcandra  kini juga menjabat sebagai Komisaris Pertamina.

Kepala Humas SKK Migas, Taslim Z Yunus menyatakan pihaknya akan mengikuti  keputusan pemerintah dan DPR. "Itu kan usulan. Keputusan di pemerintah," kata dia, Minggu (12/2).

Fahmi Radhi, pengamat migas dari UGM, menyatakan, jika SKK Migas di bawah holding BUMN Migas memang lebih tepat, ketimbang mengubah  SKK Migas menjadi BUMN Khusus. Alasannya, di samping tidak dikenal, BUMN Khusus juga tidak menjalankan usaha komersial.

Alhasil, status tersebut bukan sebagai profit center, melainkan sebagai cost center. "Masalahnya, kewenangan Pertamina menjadi sangat besar dan dominan. Status itu berpotensi memicu abused of power," kata dia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini