SKK Migas dekati investor kakap untuk eksplorasi



KONTAN.CO.ID - Iklim investasi migas di Indonesia khususnya kegiatan eksplorasi dalam beberapa tahun terakhir masih rendah. Taslim Z. Yunus, Pengawas Internal Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengatakan, eksplorasi dalam tiga tahun terakhir turun cukup tajam.

Pada tahun ini investor migas yang akan mengebor sumur untuk mencari potensi minyak dan gas bumi baru hanya 32 sumur. Padahal, sebelum 2014, setiap tahun setidaknya bisa mencapai 100 sumur atau titik eksplorasi.

Penyebab rendahnya minat investor ini terkait dengan harga minyak mentah dunia yang rendah dalam beberapa tahun terakhir. Alhasil, dalam kondisi seperti ini hanya investor yang punya modal besar dan memiliki laba ditahan yang besar yang mampu melakukan eksplorasi.


Menyadari hal tersebut, Taslim bilang SKK Migas bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah melakukan sejumlah upaya agar kegiatan eksplorasi bisa ditingkatkan. Salah satu yang tengah intensif dilakukan adalah dengan mendekati para investor potensial yang dimaksud secara personal agar mereka meningkatkan aktivitas eksplorasi.

"Setidaknya ada 10 investor pemilik wilayah kerja yang akan kami dekati," ujarnya dalam acara diskusi Kunjungan dan Sarasehan Editor Media di Bojonegoro, Jawa Timur, Sabtu (19/8).

Taslim menyebut investasi di sektor migas masih menjanjikan bagi investor. Pasalnya, dengan harga minyak mentah dunia sekitar US$ 50 per barel masih menjanjikan keuntungan yang lumayan besar karena biaya produksi minyak mentah di Indonesia saat ini rata-rata hanya US$ 18 per barel. Bahkan, ada Kontrakan Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang berhasil memproduksi di bawah harga rata-rata tersebut.

Efisiensi produksi

Agar efisien dalam produksi migas, barangkali KKKS yang bisa menjadi rujukan adalah Exxon Mobil Cepu Limited (EMCL) yang mengelola Lapangan Banyu Urip di Blok Cepu.

Erwin Maryoto, Vice President Public & Goverment Affairs PT Exxon Mobil Indonesia mengatakan, biaya rata-rata produksi minyak bumi di lokasi ini maksimal hanya US$ 9 per barel. "Kami menggunakan teknologi dan manajemen yang baik dalam berproduksi sehingga mampu efisien," ujar Erwin.

Efisiensi yang bisa dilakukan EMCL tersebut karena mampu memanfaatkan gas bumi yang juga terdapat dalam sumur di Lapangan Banyu Urip ini untuk menyuplai Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) yang mereka bangun.

"Gas bumi yang terangkat bersama minyak kami jadikan bahan bakar untuk pembangkit dan sisanya diinjeksi lagi ke dalam tanah agar menjaga tekanan minyak dalam tanah tetap stabil dalam berproduksi," kata Erwin.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Rizki Caturini