SKK Migas kesulitan nagih utang ke KKKS



JAKARTA. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) kesulitan menagih utang sebanyak 40 kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) yang totalnya mencapai US$ 400 juta. Utang  tersebut berasal dari signature bonus (bonus tanda tangan) dan firm commitment dari tahun pertama hingga tahun ketiga wilayah kerja eksplorasi.

Menurut Parulian Sihotang, Deputi Keuangan dan Monetisasi SKK Migas, hingga kini posisi utang yang bisa instansi ini tagih ternyata cuma US$ 50 juta saja. Berarti masih ada sisa utnag sebesar US$ 350 juta lagi.

Padahal, pihaknya sudah mengirim surat ke KKKS yang menunggak utang. Malah, SKK Migas sendiri sudah meminta bantuan ke Kedutaan Besar dari tempat asal KKKS tersebut berasal, yakni Kedubes Amerika Serikat dan Kedubes Kanada.


Sayang, Parulian tidak merinci identitas dari KKKS yang menunggak utang tersebut. Padahal total utang yang mesti ditagih tergolong besar.

Yang jelas, pihaknya memang kesulitan untnuk menagih utang tersebut. Sebab, utang tersebut berasal dari kontrak yang sudah lama. Yakni pada saat tahun-tahun awal eksplorasi.

Untuk itu pihaknya harus mengumpulkan data dan menelaah seluruh kontrak bagi hasil atau production sharing contract alias PSC yang sudah diteken. "Tentunya ini ada aspek legal, bagaimana bunyi kontrak bagi hasil serta hak dan kewajibannya dan kami saat ini lagi mengkaji secara legal," katanya, Jumat (26/5).

Aturan nagih utang

Sekretaris Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Susyanto menyebut sesuai Peraturan Pemerintah nomor 35/2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, SKK Migas memang berhak menagih utang tersebut. Pihaknya juga membantu lembaga tresebut dengan melibatkan lembaga penagihan negara.

Ia bertutur, kesulitan penagihan utang tersebut memang masuk akal. Sebab, kontraktor kontran kerja sama (KKKS) yang sudah mengeluarkan dana yang tidak sedikit trenyata gagal mendapatkan hasil migas yang optimal. "Lalu terminas, tapi harus bayar komitmen yang belum dilaksanakan, ini pasti susah," tandasnya.

Makanya saat ini pihknya tengah memikirkan langkah yang tepat untuk bisa menyelesaikan persoalan tersebut. Salah satunya adalah dengan mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 30  Tahun 2017 tentang Cara Pengenaan, Pemungutan dan Pembayaran/Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Yang Berlaku Pada Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM yang diteken Menteri ESDM Ignatius Jonan pada 13 April 2017 lalu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Markus Sumartomjon