KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mengungkapkan masih ada potensi besar untuk industri migas Indonesia. Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiratno menjelaskan ada 128 basing atau cekungan potensial untuk dieksplorasi. Julius melanjutkan, dari 128 basin, 20 diantaranya sudah beroperasi, 19 sudah di
drill dan ditemukan
hydrocarbon dan 68 basin masih belum di-
drill. "Jadi parameter investasinya terutama
actractive plant nya masih oke, Inilah tantangan industri migas ke depan," ujar Julius dalam Webinar "Industri Hulu Migas Menghadapi Situasi Global dan Harga Minyak Dunia", Rabu (13/4).
Julius menambahkan, perlu upaya luar biasa untuk bisa mengkonversi sumber daya yang ada menjadi cadangan. Menurutnya, kondisi ini menjadi tantangan bagi hulu migas Indonesia.
Baca Juga: PLN dan Pemkot Singkawang Kerjasama Olah Sampah untuk Bahan Bakar PLTU Julius memprediksi industri migas akan terus tumbuh hingga tahun 2030 -2050 sehingga diharapkan kegiatan produksi dan
supply juga akan mengalami kenaikan meski diperkirakan gas akan mengalami produksi yang lebih tinggi sebagai alternatif energi transisi. Sementara itu, Ali Nasir dari Indonesian Petroleum Association (IPA) menilai tingginya harga minyak dunia saat ini membawa dampak positif bagi Indonesia karena akan menarik investasi di industri hulu migas. "Namun ada tidak bagusnya juga karena akan menimbulkan
gap yang besar antara produksi dan konsumsi. Tercatat kita harus impor 700 ribu barel per hari untuk menutup kebutuhan energi tanah air yang tentunya akan menguras cadangan devisa kita," ujar Ali. Menurutnya, tantangan industri migas ke depan akan semakin besar karena kurang atraktifnya pemerintah, mulai beralihnya investasi
oil and gas company ke industri terbarukan atau
renewable energy dan semakin ketatnya perbankan dalam memberikan pinjaman untuk kegiatan industri hulu migas.
Lebih lanjut, Ali memaparkan, ada 3 kriteria dalam investasi dalam industri hulu migas diantaranya
prospecivity, fiscal term dan
legal stability. "
Prospecivity atau geologi adalah
given dari tuhan, kita tidak bisa berbuat banyak, tapi kita bisa memaksimalkan
fiscal term dan
legal stability karena merupakan buatan manusia yaitu DPR dan pemerintah," terang Ali.
Baca Juga: Pembentukan Entitas Khusus Batubara Diharapkan Gairahkan Pasar Batubara Domestik Direktur Executive Energy Watch, Mamit Setiawan mengatakan, industri hulu migas kini menghadapi ketidakpastian global, untuk itu Indonesia harus menentukan prioritas terhadap ketahanan energi tanah air. "Karena sumber energi berasal dari alam maka pengelolaannya tidak boleh bersifat sektoral atau tersegmentasi. Selain itu energi merupakan bentuk kedaulatan bangsa yang bersifat luas dan panjang melebihi periodisasi politik sehingga pengelolaannya harus teritegrasi," paparnya.
Editor: Tendi Mahadi