KONTAN.CO.ID - JAKARTA. World Justice Project melaporkan, skor indeks negara hukum Indonesia atau rule of law pada tahun 2023 ada di level 0,53 (dengan nilai 1 sebagai nilai tertinggi). Skor ini sama dengan skor pada tahun lalu. Skor ini menempatkan Indonesia pada peringkat 66 dari 142 negara. Direktur Eksekutif Kemitraan Laode M. Syarif mengungkap, skor tersebut menggambarkan stagnasi dalam perkembangan pembangunan hukum di Indonesia. Laode menilai, rapor negara hukum Indonesia saat ini bisa dianggap merah. “Stagnasi ini sudah terjadi sejak tahun 2015 hingga 2023, dimana skor Indonesia “konsisten” di angka 0.52-0.53,” kata Laode dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Kamis (26/10). Meski stagnan, menurut Laode, skor tersebut cukup mengejutkan, karena sepanjang dua tahun belakangan cukup banyak kondisi yang mengindikasikan terjadinya kemunduran pada sektor hukum. Baca Juga: Usut Dugaan Pelanggaran Etik, MK Bentuk Majelis Kehormatan MK Sebagaimana terjadinya insiden seperti penangkapan para penegak hukum, baik karena dugaan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), penyalahgunaan kewenangan, kriminalisasi terhadap aktivis dan pejuang HAM. Dan yang baru-baru ini terjadi, beberapa pelanggaran etik oleh pimpinan KPK, dan pelemahan MK. Secara kumulatif, faktor yang nilainya ‘hijau’ hanyalah yang terkait ‘ketertiban dan keamanan’ dengan skor 0,71, diikuti dengan ‘pembatasan kekuasaan pemerintah’ dengan skor 0,66. Sisanya, di bawah skor 0,58. Lebih lanjut, terjadi peningkatan 0,3 poin terkait efektifitas peradilan pidana, dari peningkatan nilai atas kinerja (kompetensi dan kecepatan kerja) penuntutan dan pengadilan. “Peningkatan ini kemungkinan didorong oleh perbaikan kinerja, khususnya kejaksaan, dalam penanganan kasus-kasus korupsi besar”, ujar Laode. Terkait peradilan perdata, terdapat peningkatan skor 0,2 yang berhubungan dengan kemudahan bagi dalam mengakses peradilan perdata. Penurunan pada faktor peradilan terkait imparsialitas peradilan pidana dengan penurunan sebesar 0,2 (dari 0,28 menjadi 0,26). Faktor ini mengukur netralitas polisi dan hakim dalam menjalankan tugasnya, termasuk ada atau tidaknya diskriminasi terhadap tersangka atau terdakwa, baik karena status sosial, gender, atau lainnya. Direktur Program Keadilan, Demokrasi dan Tata Pemerintahan Kemitraan Rifqi S Assegaf mengatakan, penurunan penilaian tersebut diduga dipengaruhi beberapa kasus korupsi yang melibatkan hakim agung dan pegawai pengadilan, serta kasus korupsi, kekerasan dan penyalahgunaan kewenangan. Selain itu, terjadi juga penurunan skor pada isu Hak Asasi Manusia (HAM) terkait sub-faktor ‘Hak atas hidup dan keamanan pribadi terjamin secara efektif” sebesar 0,2, yakni dari 0,50 menjadi 0,48. Sub-faktor tersebut mengukur praktik kekerasan oleh polisi terhadap tersangka serta ancaman (hukum dan non hukum) atau kekerasan bagi jurnalis, atau mereka yang memiliki pandangan politik berbeda dari pemerintah. “Penurunan nilai terkait jaminan atas hak hidup dan keamanan ini kemungkinan besar terjadi karena makin maraknya ancaman dan kriminasisai bagi aktivis dan pejuang HAM, sebagaimana terlihat, antara lain, dari proses hukum terhadap Haris dan Fathia serta Rocky Gerung”, ujar Rifqi. Laode berharap, pemerintah dapat mempercepat perbaikan lembaga peradilan dan penegakan hukum, anti korupsi, serta peraturan perundang-undangan untuk memperbaiki pembangunan hukum di Indonesia. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui implementasi rekomendasi jangka pendek dan menengah yang dibuat oleh Tim Percepatan Reformasi Hukum yang dibentuk oleh Menkopolhukam. “Kemitraan yakin bahwa mayoritas rekomendasi tersebut, jika dijalankan oleh pemerintah, akan secara bertahap memperbaiki pembangunan hukum di Indonesia, termasuk meningkatkan RoL Index Indonesia” imbuh Laode. Baca Juga: Ini Anggota Majelis Kehormatan MK, Usut Dugaan Pelanggaran Etik
Skor Indeks Negara Hukum Indonesia 2023 Masih Stagnan
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. World Justice Project melaporkan, skor indeks negara hukum Indonesia atau rule of law pada tahun 2023 ada di level 0,53 (dengan nilai 1 sebagai nilai tertinggi). Skor ini sama dengan skor pada tahun lalu. Skor ini menempatkan Indonesia pada peringkat 66 dari 142 negara. Direktur Eksekutif Kemitraan Laode M. Syarif mengungkap, skor tersebut menggambarkan stagnasi dalam perkembangan pembangunan hukum di Indonesia. Laode menilai, rapor negara hukum Indonesia saat ini bisa dianggap merah. “Stagnasi ini sudah terjadi sejak tahun 2015 hingga 2023, dimana skor Indonesia “konsisten” di angka 0.52-0.53,” kata Laode dalam keterangan tertulis yang diterima Kontan.co.id, Kamis (26/10). Meski stagnan, menurut Laode, skor tersebut cukup mengejutkan, karena sepanjang dua tahun belakangan cukup banyak kondisi yang mengindikasikan terjadinya kemunduran pada sektor hukum. Baca Juga: Usut Dugaan Pelanggaran Etik, MK Bentuk Majelis Kehormatan MK Sebagaimana terjadinya insiden seperti penangkapan para penegak hukum, baik karena dugaan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), penyalahgunaan kewenangan, kriminalisasi terhadap aktivis dan pejuang HAM. Dan yang baru-baru ini terjadi, beberapa pelanggaran etik oleh pimpinan KPK, dan pelemahan MK. Secara kumulatif, faktor yang nilainya ‘hijau’ hanyalah yang terkait ‘ketertiban dan keamanan’ dengan skor 0,71, diikuti dengan ‘pembatasan kekuasaan pemerintah’ dengan skor 0,66. Sisanya, di bawah skor 0,58. Lebih lanjut, terjadi peningkatan 0,3 poin terkait efektifitas peradilan pidana, dari peningkatan nilai atas kinerja (kompetensi dan kecepatan kerja) penuntutan dan pengadilan. “Peningkatan ini kemungkinan didorong oleh perbaikan kinerja, khususnya kejaksaan, dalam penanganan kasus-kasus korupsi besar”, ujar Laode. Terkait peradilan perdata, terdapat peningkatan skor 0,2 yang berhubungan dengan kemudahan bagi dalam mengakses peradilan perdata. Penurunan pada faktor peradilan terkait imparsialitas peradilan pidana dengan penurunan sebesar 0,2 (dari 0,28 menjadi 0,26). Faktor ini mengukur netralitas polisi dan hakim dalam menjalankan tugasnya, termasuk ada atau tidaknya diskriminasi terhadap tersangka atau terdakwa, baik karena status sosial, gender, atau lainnya. Direktur Program Keadilan, Demokrasi dan Tata Pemerintahan Kemitraan Rifqi S Assegaf mengatakan, penurunan penilaian tersebut diduga dipengaruhi beberapa kasus korupsi yang melibatkan hakim agung dan pegawai pengadilan, serta kasus korupsi, kekerasan dan penyalahgunaan kewenangan. Selain itu, terjadi juga penurunan skor pada isu Hak Asasi Manusia (HAM) terkait sub-faktor ‘Hak atas hidup dan keamanan pribadi terjamin secara efektif” sebesar 0,2, yakni dari 0,50 menjadi 0,48. Sub-faktor tersebut mengukur praktik kekerasan oleh polisi terhadap tersangka serta ancaman (hukum dan non hukum) atau kekerasan bagi jurnalis, atau mereka yang memiliki pandangan politik berbeda dari pemerintah. “Penurunan nilai terkait jaminan atas hak hidup dan keamanan ini kemungkinan besar terjadi karena makin maraknya ancaman dan kriminasisai bagi aktivis dan pejuang HAM, sebagaimana terlihat, antara lain, dari proses hukum terhadap Haris dan Fathia serta Rocky Gerung”, ujar Rifqi. Laode berharap, pemerintah dapat mempercepat perbaikan lembaga peradilan dan penegakan hukum, anti korupsi, serta peraturan perundang-undangan untuk memperbaiki pembangunan hukum di Indonesia. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui implementasi rekomendasi jangka pendek dan menengah yang dibuat oleh Tim Percepatan Reformasi Hukum yang dibentuk oleh Menkopolhukam. “Kemitraan yakin bahwa mayoritas rekomendasi tersebut, jika dijalankan oleh pemerintah, akan secara bertahap memperbaiki pembangunan hukum di Indonesia, termasuk meningkatkan RoL Index Indonesia” imbuh Laode. Baca Juga: Ini Anggota Majelis Kehormatan MK, Usut Dugaan Pelanggaran Etik