Smelter menarik investasi Rp 20 triliun



KENDARI. Pemerintah mengharuskan perusahaan pertambangan mengolah dan memurnikan hasil tambang sebelum diekspor. Kewajiban ini telah menarik investasi asing di industri smelter sebesar Rp 20 triliun.

"Kami berharap industri smelter dapat terus meningkatkan kontribusi terhadap PDB (produk domestik bruto)," kata Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) IG Putu Suryawiran pada focus group discussion, tentang ketenagakerjaan sektor smelter, di Kendari, Sulawesi Tenggara, Rabu (11/1).

Menurut dia, setelah krisis ekonomi 1998 kontribusi industri terhadap PDB mengalami penurunan.


"Sebelum krisis kontribusi industri terhadap PDB mencapai sekitar 30%, sekarang kurang dari 30%," ujar Putu.

Oleh karena itu ia sangat berharap realisasi dan operasi industri smelter yang banyak tersebar di daerah penghasil tambang, termasuk di Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah, bisa berjalan lancar, tidak diganggu isu penggunaan tenaga kerja asing, terutama dari Tiongkok.

"Penggunaan tenaga kerja asing merupakan konsekuensi logis dari itu (pengembangan industri smelter)," kata Putu.

Ia mengatakan sejauh ini Indonesia belum punya atau masih prematur dalam teknologi pengembangan industri smelter, sehingga masih tergantung pada tenaga kerja asing.

Dia mencontohkan, dalam pekerjaan pemasangan mesin dan batu bata tungku pemanas tahan api untuk proses pengolahan dan pemurnian hasil tambang pada smelter masih memerlukan keahlian khusus sehingga dibutuhkan tenaga kerja asing yang ahli di bidang tersebut.

"Keberadaan tenaga kerja asing itu bersifat temporer, paling dua bulan, tergantung perkembangan proyek," ujar Putu.

Ia menyayangkan isu penggunaan tenaga kerja asing terutama dari Tiongkok yang dikesankan buruh kasar, padahal mereka tenaga ahli meskipun sekedar memasang batu bata tungku. "Memasang batu bata tahan api untuk tungku (smelter) itu tidak bisa semua orang pasang," katanya.

Sementara itu Direktur Pengendalian Tenaga Kerja Asing, Kementerian Ketenagakerjaan, Rachmawati Yauniar, mengatakan sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003, penggunaan tenaga kerja asing hanya untuk tenaga-tenaga ahli atau profesional dan manajerial.

"Tidak pernah diberi izin untuk tenaga kerja kasar," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Sanny Cicilia