KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan proyek smelter atau hilirisasi tetap menjadi kewajiban pasca perpanjangan izin PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, sesuai ketentuan yang ada, proyek hilirisasi Vale Indonesia harus tuntas dalam tiga tahun setelah perpanjangan izin diberikan. "Kalau dalam tiga tahun sejak perpanjangan itu tidak dilakukan maka gugur, kita tarik (izinnya)," kata Arifin di Kementerian ESDM, Jumat (10/11).
Adapun, perpanjangan izin akan diberikan pasca proses divestasi Vale Indonesia tuntas dilakukan. Pemerintah menargetkan divestasi 14% saham Vale Indonesia dapat disepakati pada tahun ini. MIND ID dan Vale Indonesia disebut kini tengah melakukan negosiasi untuk besaran harga 14% saham tersebut.
Baca Juga: Bakal Beri Perpanjangan Izin, Ini Alasan Pemerintah Tak Pangkas Lahan Vale (INCO) Saat ini INCO sedang menggarap tiga proyek jumbo dengan total investasi senilai US$ 9 miliar atau Rp 140 triliun (Kurs Rp 15.600/USD). Ketiga proyek itu ialah Sorowako Limonite senilai US$ 2 miliar, Smelter Bahodopi US$ 2,5 miliar, dan Smelter Pomalaa US$ 4,5 miliar. Jika ketiga proyek ini disatukan Vale dapat memproduksi 165.000 ton produk nikel. Khusus untuk smelter Bahodopi dan smelter Pomalaa akan menghasilkan Mix Hydroxide Precipitate (MHP) dan Mix Sulphide Precipitate (MSP) yang akan menjadi bahan baku komponen baterai dalam mobil listrik. Salah satu proyek yang menjadi tonggak penting bisnis Vale ke depan ialah Smelter High Pressure Acid Leaching (HPAL) di Blok Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.
Lewat kongsi dengan Zhejiang Huayou Cobalt Co Ltd, Vale Indonesia membangun proyek dengan total paket investasi yang terdiri dari pabrik HPAL dan tambang mencapai Rp 67,5 triliun. Proyek yang akan memproduksi 120.000 ton nikel dalam Mix Sulphide Precipitate (MSP) pertahun ini melibatkan 12.000 tenaga kerja untuk konstruksi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Khomarul Hidayat