Smelting perlu dana insentif modal pemerintah US$ 1 miliar



JAKARTA. Kenaikan harga tembaga sepanjang tahun 2010 dan terus memuncak di Februari 2011 ini membuat perusahaan-perusahaan pengolah tembaga menyingsingkan bajunya untuk menggenjot produksinya.

Bayangkan saja harga kontrak gulir tembaga 3 bulan di London Metal Exchange terus saja menanjak. Di sepanjang tahun 2010 harga kontrak tembaga meningkat sebesar 28% untuk menjadi US$ 9.600 per metrik ton. Memasuki tahun 2011 harganya terus menanjak, sempat mencapai rekor US$ 10.160 per metrik ton (14/2).

Tak aneh kalau PT Smelting, perusahaan pengolah tembaga yang sahamnya 60,5% dikuasai Mitsubishi Materials Corporation dan 25%nya dikuasai PT Freeport Indonesia, sangat bersemangat untuk menambah kapasitas produksinya.


"Kebutuhan dalam negeri yang sangat tinggi dan juga untuk kebutuhan ekspor yang meningkat," ujar Bouman Tiroi Situmorang, Assistant Manager Technical Service PT Smelting saat ditemui di Komisi VII DPR, Senin (28/2).

Pada tahun 2011 ini PT Smelting yang berlokasi di Gresik berencana meningkatkan kapasitas produksinya menjadi 285.000 ton. Menurut Bouman, kapasitas produksi PT Smelting akan meningkat pada tahun ini sekitar 8.000 ton. "Pada tahun lalu produksi PT Smelting hanya sekitar 277.000 ton per tahun,” tuturnya. Sedikit merosot dari kapasitas produksi karena ada shutdown dan perawatan alat pabrik. Selain itu menurut Bouman, kandungan konsentratnya tembaga di Freeport dan Newmont rendah sekali, "Kandungan konsentratnya sekitar 85%," tambahnya.

Untuk membangun pabrik baru di Indonesia, PT Smelting membutuhkan dana insentif dari pemerintah sekitar US$ 1 miliar. Menurut Bouman, saat ini PT Freeport Indonesia dan Newmont hanya memberikan 30% dari produksi tembaganya kepada Smelting. “Jika Freeport dan Newmont memberikan 100% hasil tembaganya maka Smelting membutuhkan 2 sampai 3 pabrik baru. Tapi kendalanya dana yang tidak cukup untuk membangun pabrik baru," tambahnya. Selain membutuhkan dana insentif dari pemerintah PT Smelting juga akan membutuhkan dana operasional untuk pabrik baru sekitar US$ 250 juta. "Dana ini untuk biaya operasional pabrik baru," jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Djumyati P.