KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Saiful Mujani Research Consulting (SMRC) Sirojudin Abbas menilai kecil kemungkinan Presiden Joko Widodo mengganti posisi Menteri Perindustrian setelah Airlangga Hartarto menjadi Ketua Umum DPP Partai Golkar. "Melihat kondisi politik saat ini, kecil kemungkinannya Presiden Jokowi akan mereshuffle pak Airlangga," ujar Sirojudin Abbas kepada Antara di Jakarta, Senin. Sirojudin mengatakan jika melihat kondisi politik terakhir, Presiden tidak akan mengganti Airlangga demi menjaga kebijakan pembangunan infrastruktur.
"Pak Jokowi sedang berusaha menjaga hubungan baik dengan Golkar. Tujuannya ada dua, pertama, memastikan dukungan Golkar di Parlemen. Terutama untuk mengamankan sejumlah kebijakan pembangunan infrastrukltur dan pengentasan kemiskinan. Sebab, Ketua DPR akan tetap diisi wakil Golkar," ujar dia. Kedua, untuk mengamankan dukungan Golkar untuk Pilpres 2019. Menurut dia, sebagai calon yang tidak punya kontrol langsung ke partai politik, maka Presiden Jokowi harus bekerja ekstra. Dukungan Golkar akan mengurangi risiko ketergantungan Jokowi dari PDIP. Sebaliknya, kata dia, Golkar juga sangat berkepentingan menjaga hubungan baik dengan Presiden. "Dukungan terhadap elite-elite Golkar ke Airlangga dimungkinkan, salah satunya, karena dia bisa menjadi jembatan Golkar dengan Pemerintah. Meskipun posisinya (Menperin) bisa diganti kader Golkar lainnya, nilainya tidak akan sama, sebab tradisi politik dan stabilitas internal Golkar dipelihara dengan membangun hubungan baik dengan pemerintah," jelas dia.
"Namun jika
reshuffle tetap dilakukan maka nilai negosiasi Golkar saat ini akan jauh lebih tinggi dari sebelumnya. Berbeda dengan Setya Novanto, Airlangga tidak membawa cacat integritas akibat masalah hukum. Oleh karenanya, Airlangga bisa bersikap lebih otonom," ujar Sirojudin. Lebih jauh dia mengatakan langkah Presiden mempertahankan Airlangga tidak akan merusak pandangan publik terhadap pemerintahan. Meskipun di awal pembentukan kabinet Presiden Jokowi menegaskan menterinya tidak boleh merangkap jabatan, hal tersebut dilakukan Jokowi dulu untuk membedakan kabinetnya dengan SBY dengan mengirimkan pesan ke publik bahwa Presiden mementingkan profesionalisme. "Kalau saat ini berbeda, saya kira tidak membuat citra Jokowi rusak. Kepuasan publik ke Jokowi sedang tinggi.Tapi, jika ingin hati-hati, memang sebaiknya Jokowi konsisten, tentu dengan harga politik yang harus dibayarnya ke Golkar cukup tinggi," ujar dia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Barratut Taqiyyah Rafie